Monday, May 30, 2016

Do You Believe It, Han?

Saat menulis ini pun saya sedang mereka-reka, apa reaksi saya saat membaca tulisan ini setelah semua ujian ini terlewati.
Tulisan di atas adalah sepenggal kalimat yang saya tulis di blog ini akhir Februari kemarin. Empat bulan yang lalu! Saat saya belum daftar UI buat S2, saat saya masih menata hati dan pikiran setenang-tenangnya, saat ada banyak hal krusial yang harus saya putuskan. 

Sekarang, di tulisan ini, saya mau flashback ke belakang, mungkin tulisan ini juga akan memberi semangat buat saya di saat-saat krusial berjuang menyelesaikan S2 nanti.

Sejak awal masuk S1 kemarin, saya sebenarnya merasa jurusan psikologi adalah kuliah yang akan saya ikuti hanya selama 2 semester kemudian akan saya tinggal karena mimpi untuk kuliah di jurusan-jurusan desain masih sangat besar. Harapan buat belajar desain (apapun itu, dari interior-produk-grafis), masih sangat sulit untuk dipadamkan. Saya masih meletup-letup saat itu. Ambisi saya masih sangat besar, dan saya tidak punya kekuatan untuk memadamkannya.

Kuliah psikologi saya jalani tanpa ekspektasi yang besar. Yang penting saya kuliah, kalau toh saya tidak lolos desain lagi tahun depan, saya belajar tentang diri saya sendiri. Pikiran itulah yang menguatkan saya waktu itu.

Waktu berjalan, dan saya berbalik 180 derajat. Saya suka sekali belajar psikologi. Saya selalu excited saat kuliah-kuliah dimulai, saya belajar filsafat lebih jauh, mulai mengenal konsep kepribadian, saya membaca biografi-biografi tokoh-tokohnya dan belajar bagaimana dia bisa memiliki pikiran seperti itu, saya mulai memahami konsep persepsi, id, ego, super ego. Saya mulai sedikit demi sedikit bisa melihat segala sesuatu dari berbagai sisi. Saya mulai bisa menempatkan diri dalam lingkungan, tidak terlalu gagap seperti sebelumnya.

Saat ITB buka pendaftaran untuk USM pertama, saya mulai galau. Saya merasa ada hal yang teramat besar yang harus saya korbankan, kalau saya mengejar kembali mimpi saya itu. Dari situ, sebelum memutuskan daftar lagi atau tidak, saya belajar satu hal yang akan saya ingat sampai sekarang. Belajar ikhlas, dan belajar memahami bahwa ada mimpi atau ambisi yang harus ditidurkan terlebih dahulu. Meskipun kita punya kemauan yang besar untuk hal itu, tapi ada faktor lain, faktor timing yang pas. Saat itu bukan waktu yang terbaik buat mulai semua lagi dari awal, buat mengejar ambisi masa kecil saya. Akan ada banyak sekali yang harus dikecewakan, terutama orang tua yang sangat mendukung saya belajar psikologi. Akhirnya saya memutuskan, saya harus menyelesaikan S1 ini. Saya harus bertanggungjawab sama apa yang sudah saya putuskan sebelumnya.

Masuk semester 3, mulai kenal penjurusan (meskipun belum dijuruskan). Oh, ada psikologi klinis, ada psikologi industri organisasi, ada psikologi perkembangan, psikologi sosial, dan yang lainnya. Saya jatuh cinta sama psikologi industri organisasi. Jatuh cinta sejatuh-jatuhnya, sampai detik ini. Mulai saat itu, saya yakin, saya mau jadi psikolog industri organisasi, meskipun saya belum punya gambaran apa yang sebenarnya bisa saya lakukan saat menjadi psikolog itu.

S1 hampir berakhir, saya semakin yakin, saya harus belajar lebih serius lagi tentang ini, suatu saat nanti. Saya tidak punya target harus ambil profesi berapa tahun setelah kuliah, atau harus di universitas apa. Saya cuma punya satu keyakinan, sampai kapanpun saya akan merasa excited membahas ilmu itu, dan saya mau hidup membantu orang banyak dengan ilmu itu. Just it. Selebihnya saya pasrah.

Pasrah karena semakin saya memastikan suatu yang belum pasti, rasanya akan semakin tidak menentu. Saya percaya sama rencana Allah. Selain itu, saya merasa sangat tidak enak membebani orang tua saya sekali lagi, dengan biaya kuliah dan hidup yang tidak murah. Apalagi adik-adik saya masih harus kuliah. Saya cuma punya kemauan belajar, dan keyakinan kalau suatu saat saya bisa jadi psikolog.

Setelah wisuda, saya mulai membuat list jadwal dan syarat-syarat pendaftaran untuk magister profesi psikologi. Seperti yang saya bilang tadi, saya tidak ada target harus diterima di universitas tertentu, jadi saya berangkat dengan niatan, akan saya coba semuanya! Hehe.

Rencana Allah berkata lain, saya sakit tipes hampir 2 bulan lamanya setelah wisuda. Setelah saya agak mendingan dan mau daftar, ternyata semua proses seleksinya sudah selesai. Magister profesi di setiap universitas negri di Indonesia memulai proses belajar satu angkatan di semester ganjil (tidak ada angkatan yang memulai di semester genap, *setau saya).

Ya sudah, Saya yakin suatu saat masih ada kesempatan. Mama pun menguatkan dengan kata-kata yang sangat menentramkan hati setelah proses wisuda kemarin, 
"Han, Mama rasa kamu punya waktu satu tahun buat mencoba apapun yang akan kamu coba, jangan ada target apa-apa. Cobain aja semua. Kamu mau bisnis, mau coba daftar S2, mau daftar kerja, mau traveling, terserah kamu. Mama nggak ada tuntutan apa-apa." 
Saya menangis saat Mama mengatakan kata-kata itu. Saya merasa terlalu keras dengan tubuh saya sendiri, dan peringatan dari Allah berupa sakit itu membuat saya berfikir banyak, berfikir bahwa saya harus bisa menaklukkan ambisi-ambisi yang meletup-letup dan semakin tidak terkendali ini.

Di awal tahun 2016, saya merasa waktu setahun yang diberikan Mama, akan tidak ada titik terangnya kalau saya tidak punya planning yang jelas. Saya akan menyesal kemudian jika saya tidak mempersiapkan semuanya secara detail dari sekarang. Di awal Januari itu, saya membuka lagi list tanggal dan persyaratan S2 yang sudah saya tulis sebelumnya, saya niatkan buat mulai mempersiapkan diri belajar materi tes S2. Karena kamu tau, sungguh banyak sekali cerita di luar sana kalau mau profesi psikologi itu susah sekali tembusnya. Saya tidak mau hanya sekedar mencoba peruntungan dengan iseng ikut tes tanpa persiapan.

Di list saya, yang pertama buka pendaftaran adalah UI. Ada dua rangkaian tes yang harus saya lalui untuk jadi mahasiswa magister profesi psikologi di sana. Tes SIMAK UI (TPA dan Bahasa Inggris), kemudian kalau lolos tahap itu, tes tahap dua (khusus mapro psikologi). Yaitu tes psikotes, FGD, dan wawancara. Setelah UI, inceran saya adalah UNAIR. Saat itu pendaftaran UGM dan UNPAD masih agak lama, jadi saya fokus di dua itu. Tes UNAIR tepat sehari setelah tes UI. Saya yang gila ini, merasa sanggup buat daftar dua-duanya, dan langsung terbang sehabis tes UI ke Surabaya. Tapi setelah saya daftar UI dan cek kembali web UNAIR, ternyata tesnya dimajukan di hari yang sama seperti SIMAK UI, 10 April 2016. Saya mulai membaca tanda-tanda alam. Oh, sepertinya saya ditakdirkan buat coba UI terlebih dahulu.

Saya belajar hampir dua bulan pakai buku catatan grammar dari SMA, dan beli voucher di Zenius buat belajar TPA dan soal-soal bahasa Inggrisnya. Oh, ada yang belum tau Zenius? You have check it. Its amazing dan really helpful buat tipe orang yang belajarnya seperti saya. Di proses itu, sempet ada beberapa masalah yang bikin down dan sampai berhari-hari nangis nggak berhenti, but im sorry blog, i cant tell you that problem. Sooo sad.

Saya juga kembali terbebani dengan pikiran, Ya Allah dapet dari mana duit buat semesterannya? Ya Allah masa iya aku ninggal Mama lagi setelah 10 tahun lebih hidup jauh? Nanti Mama gimana? 

Tapi saya masih menyimpan dengan rapih semua catatan dan seruan-seruan untuk berhijrah. Buat keluar dari zona nyaman. Mulai dari peribahasa arab, sampai catetan saya waktu baca buku "Who Moved My Cheese?"

Saya terus berdiskusi dengan diri saya sendiri, Ok Han, you need this. Kamu sepertinya bener-bener punya kemauan besar untuk belajar ilmu ini, dan ketika ada kemauan itu, maka belajar adalah sebuah kewajiban yang harus kamu lakukan. You will grow and you must grow. Pikiranmu, cara menganalisamu, sudut pandangmu akan lebih luas lagi. Dan untuk semua hal yang excited dalam hidupmu itu, kamu harus berkorban satu hal, segera keluar dari zona nyamanmu. 

Saya berangkat tes dengan air mata yang harus ditahan sekuat tenaga biar nggak jatuh. Saya merasa mendapat pressure yang sebegitu besarnya, dari keluarga dan diri saya sendiri. Saya sadar tembus mapro psikologi, apalagi UI, itu ibarat mimpi yang ketinggian. Apalagi waktu itu saya harus ke Jakarta sama Baba, meninggalkan Mama seorang diri di rumah, tanpa pembantu, dalam waktu hampir 10 hari. Waktu yang lama karena setelah wisuda saya tidak pernah ke luar kota lebih dari 3 hari. Mengapa 10 hari? Karena setelah SIMAK UI, saya harus ke Jogja buat tes prasyarat UGM, tes Paps dan Accept. 

Ya, saya sudah membuat perkiraan dari plan A sampai E (seriously, hahaha). Kalau nggak keterima UI gel 1 ini, coba gel 2. Trus coba UNAIR gel 2, terus UGM, terus UNPAD. Dan saya sudah punya timeline yang rapih untuk itu.

Seminggu sepulang dari perjalanan 10 hari, keluar pengumuman yang lolos tahap 1 buat ikut tes lagi di tahap 2 di web psikologi UI. Alhamdulillaaah! Pengumuman itu keluar 2 hari lebih cepat dari seharusnya, sehabis sholat shubuh, saya merasa harus cek nih, mungkin ada keajaiban. Saat membaca listnya, rasanya kaki mau lepas waktu harus membaca pelan ke bawah, dan nama saya diawali huruf R. Can you imagine it? Alhamdulillah diurutan ketiga dari bawah (sesuai abjad), muncul nama saya. 

Saya keluar kamar dan mencari Mama di dapur, dan berbisik pelan, "Maaah, pengumuman tahap 1 nya udah keluaar..." Mama langsung tegang. "Daan ada namaku Ma." Alhamdulillaaaah. Allaah Maha Mendengar. 

Setelah itu, saya deg-degannya lebih tidak menentu lagi. Pengumuman itu di hari Jumat tanggal 22 April, dan tes nya dilaksanakan tanggal 28-29 April. Sangat singkat buat mempersiapkan semuanya. 

Bukan, bukan masalah berkas seperti rekomendasi dosen dan lain sebagainya, itu sudah saya siapkan jauh-jauh hari. Saya harus mempersiapkan diri saya menjawab pertanyaan, jadi saya harus belajar apa untuk tes ini? Apakah ada teori seperti cerita teman-teman waktu daftar UGM kemarin? Saya harus belajar dari mana? Dan akhirnya saya berangkat ke Jakarta, dengan pertanyaan-pertanyaan itu, pertanyaan yang memang tidak ada jawabannya. 

Saat tes di hari pertama, tanggal 28 April hari Kamis, kami calon mahasiswa mapro disiapkan di satu ruangan. Terpisah deret tempat duduk sesuai peminatan. Ada klinis anak, klinis dewasa, pendidikan, dan PIO (industri organisasi). Ternyata saya dapat jadwal FGD dan wawancara di hari esoknya. Lagi-lagi karena abjad nama, hehe. Tapi saya bersyukur, setidaknya saya bisa tanya-tanya seperti apa sih tesnya ke temen-temen yang tes hari ini. 

Saat tes psikotes, saya sempat kehilangan konsentrasi saat mengerjakan tes pilihan ganda. Saya sempat terloncati beberapa nomor di lembar jawaban, untung setelah salah sekitar 8 nomor, saya sadar dan cepat-cepat memperbaiki. Saat itu saya istighfar berkali-kali dan berusaha kasih sugesti, "Tenang Han, tetep fokus, ruangan ini memang tidak disetting hening dan ideal buat menyelesaikan tes, kamu harus tetap tenang." Alhamdulillah, setelah itu saya agak tenang. Tenang dan fokus mutlak diperlukan karena serangkaian tesnya cukup banyak dan cukup melelahkan. 

Sempet dapet kenalan dan ngobrol-ngobrol banyak sama teman-teman yang lain. Bersyukur banget bisa kenal orang-orang baru, lulusan S1 psikologi dari berbagai macam universitas, dan sempet makan soto bareng di kantin psikologinya, hehe. Setidaknya kalau nggak lolos, saya pernah cobain makan di kantinnya. 

Besoknya, saya lebih tenang karena saya beneran pasrah dan berusaha jadi diri saya sendiri saja. Allah pasti tau apa yang terbaik buat saya. Kalau toh saya nanti belibet saat FGD atau wawancara, berarti itu cara Allah menegur saya untuk harus mempersiapkan diri lebih baik lagi. 

Kami terbagi menjadi 3 kelompok kecil untuk mulai FGD dan selanjutnya antri wawancara. Saat FGD, membahas sebuah kasus bertemakan PIO dan diminta untuk memberi pendapat. FGD nya cukup santai dan teman-teman sekelompok bisa berpendapat dengan baik semua. Alhamdulillah.  

Saat antri wawancara, kami mulai akrab dan berbicara banyak hal, seperti kuota yang diterima UI tidak pasti 15 orang atau 20 orang. Kalau ternyata yang masuk kualifikasi cuma 12 orang, ya sudah. Kuota tidak terpenuhi tidak apa-apa. Saya mulai menciut saat itu, apalagi ingat kata-kata dosennya waktu buka sesi psikotes, mapro psikologi mulai tahun ini tidak bisa selesai dalam waktu 4 semester, minimal 5 semester. Fiuh. 

But im happy. Saya sempet melihat-lihat gedung tempat saya wawancara dan memberi sugesti ke diri saya sendiri, "Han, kamu harus bangga sama dirimu sendiri buat sampai di posisi ini. Apapun hasilnya nanti, itu masalah rejeki dan nggak rejeki." Setelah itu saya mulai tenang, saya duduk santai dan tidak mengeluarkan hape sama sekali, saya berusaha bersugesti positif dengan diri saya dan dua orang psikolog yang siap mewawancarai saya di ruangan nanti.

Alhamdulillaah, wawancara berjalan lancar sekitar 15 menit. Di ruangan saya ditanya berbagai hal dari alasan mendasar sampai hal-hal yang sudah dipelajari saat S1. Suasananya benar-benar tidak setegang yang saya takutkan, kami juga berdiskusi mengenai beberapa hal. 

Sampai di rumah, saya layaknya zombie. Pikiran saya tidak bisa diajak berdamai. Saat tiba-tiba hening, saya mengingat dengan jelas beberapa pertanyaan wawancara, saya melihat jelas posisi pulpen pewawancara, posisi tissue yang saya remat sepanjang mengerjakan psikotes. Saya antara mati dan hidup. Saya menaruhkan harapan hidup saya di pengumuman 16 Mei. 

Menuju detik-detik jam 3 sore tanggal 16 Mei itu, saya dan Mama seperti orang mau melahirkan (meskipun nggak tau gimana rasanya, tapi saya kira tegangnya hampir mirip, hehehe). Makan nggak bisa, mau berdiri dari duduk atau sekedar melakukan aktivitas seperti biasa pun tak sanggup. Saya takut. Saya berlatih di depan kaca, apa yang akan saya katakan kalau saya tidak lolos? Saya harus berekspresi bagaimana? Haruskah saya menangis? Atau pasti saya menangis? Apa iya saya sanggup menjalani plan B-E yang sudah saya siapkan? Apa ada uang buat bayar tes-tes lainnya yang tidak murah? Saya takut mimpi saya yang ini harus ditidurkan kembali seperti mimpi saya buat kuliah desain 6 tahun yang lalu. Saya trauma melihat tulisan "Maaf, Anda belum diterima" setelah membaca tulisan itu lebih dari tiga kali hehe. 

Jam 3, selepas sholat ashar, saya merefresh browser hape. Web UI nya down. Banyak sekali pasti yang lagi akses. 5 menit, 10 menit, 15 menit. Masih down. Nggak tahan, buka lewat PC. Masih down. Sampe akhirnya sekitar lebih 17 menit, saya berhasil buka pengumuman itu. Saya tidak berani baca, cuma lihat kok ada tata cara pembayaran, harus transfer lewat bank ini, itu. Nggak kuat, saya panggil Mama, "Mah, kok kayanya aku keterima ya?" Mama masuk kamar dengan air mata yang nggak berhenti mengalir sampe setengah jam setelahnya. 

And let me tell you. Itu salah satu moment paling bahagia dalam hidup saya. Melihat Mama menangis bangga buat saya. Rasanya semua usaha, lelah, capek, dan air mata kegundahan saya menguap bersih tidak meninggalkan jejak. Saya sadar satu hal, "Oh jadi ini ya rasanya bahagia karena hasil kerja keras kita, oh sebahagia ini ya rasanya ngeliat Mama terharu karena pencapaian kita, oh jadi hidup ini demi moment-moment seperti ini ya, bukan demi uang, demi status atau yang lain." Hidup itu demi melihat orang tua merasa nggak sia-sia sudah mendidik dan merawat kita sebesar ini. Itu satu pelajaran hidup yang akan terus saya ingat sampai kapanpun. Moment itu terekam dengan baik di memori saya. 

And do you know, the magic happen. Pengumuman itu tepat satu tahun setelah Mama bilang kata-kata ajaib yang membebaskan saya buat ngapain aja selama setahun setelah lulus. Saya wisuda bulan Mei, dan saya membaca pengumuman UI bulan Mei setahun setelah itu.

Kalau kamu merasa sangat beruntung, yakinlah doa Ibu dan Ayahmu sedang diijabah oleh Allah.

Dan apa yang saya rasakan saat membaca kalimat di awal postingan ini setelah pengumuman dan melewati berbagai macam rintangan beberapa bulan terakhir? Saya tergugu lama di depan laptop. Saya semakin yakin, rencana Allah sungguh Indah. Sebaik-baiknya penolong cuma dua, sholat dan sabar.

Alhamdulillah. Allahuakbar! 



Tuesday, March 1, 2016

Its Only About Time, Leo!

Kemenangan Leonardo Dicaprio yang heboh kemarin adalah puncak dari segala meme-meme yang bertebaran sejak dua tahun lalu. Apakah kamu termasuk orang yang menikmati meme-meme itu? Kalo iya, pasti kamu merasa lega luar biasa waktu akhirnya nama Leo disebut sebagai the best actor di #88academyawards kemarin. Iya kan?

Kalau saya, kebetulan juga menikmati meme-meme itu, tapi saya dari awal nggak bisa memandang itu sebagai sebuah lelucon yang harus ditertawakan, dan berlomba-lomba cari ide buat bikin meme baru yang lebih lucu. Tapi iya, saya sering iseng scroll, dan sempet main gamenya juga. I admit it, hehe.

Menurut saya, memilih berakting dari usia muda sampai sekarang dan terus menerus berusaha menghasilkan film yang bagus tidak pantas dianggap sebagai lelucon. Saya lebih ke deg-degan, takut Bang Leo ngerasa minder atau capek sehingga memutuskan buat berhenti atau vakum sementara dari dunia perfilman. Yah, meskipun bukan fans sejati, tapi saya nggak mau juga karir Leo terhenti karena respon netizen yang heboh dan memunculkan pressure sendiri.

Saya nggak tau kenapa di empat nominasinya kemarin dia belum berhasil bawa satupun piala oscar pulang, tapi menurut saya dia tetap konsisten bermain bagus dan totalitas di setiap filmnya. Hasil pemenang oscar memang seringnya di luar dugaan kan? 

Tapi, kamu realize nggak kalo dia the real winner? Moment kemenangannya tahun ini benar-benar serentak jadi viral di internet, semua orang mengucapkan selamat dan ikut bahagia, bahkan terharu atas kemenangannya. Bisa bayangin nggak kalo dia menang dua tahun yang lalu? Apa respon netizen bakal seheboh ini? Menurut saya sih nggak. 

Ada banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari kemenangan Leo kemarin. Salah satunya, keberhasilan itu butuh waktu, dan kita nggak tau kapan waktu itu tiba. Its all about time. Leo menunggu lebih dari 22 tahun dari nominasi oscar pertamanya di tahun 1993 untuk membawa pulang piala oscar. Meskipun jadi bahan tertawaan di internet, kayanya itu malah jadi pacuan Bang Leo buat totalitas maksimal di film terbarunya kemarin. Saya jadi malu sendiri kalau baru aja buat usaha bulan kemarin, eh semangatnya uda agak luntur karena merasa keberhasilan tak kunjung tiba. Han, Leo yang uda sekaliber itu harus sabar dan terus usaha 22 tahun, kamu yang nggak ada apa-apanya bertahan 2 tahun aja masa nggak bisa. 

Salute, Leo!

Sunday, February 28, 2016

Something Wrong With Me?

Kalau ngerasa nafas terasa sangat berat itu tandanya kenapa ya? Saya beberapa hari ini tiap malam merasa sulit sekali bernafas. Rasanya udara yang saya hirup nggak bisa masuk sampai dalam. Pendek-pendek. Tergesa-gesa. 

Saya sulit sekali tidur nyeyak. Sedikit-sedikit kebangun, merasa pengap. Trus ke dapur buat minum dan cuci muka. Saya harus menumpuk beberapa bantal agar saya lebih bisa leluasa bernafas. Nggak bisa tidur pakai selimut andalan karena terasa berat dan tambah nggak bisa nafas, akhirnya saya pilih selimutan pakai sarung dan mulai banyak-banyak baca istighfar sampai tertidur.

Kamu pernah ngerasa gini juga nggak?

Saya sudah berkomitmen buat membantu menguraikan masalah yang cukup rumit untuk sebuah yayasan dari minggu kemarin. Ini murni saya lakukan cuma-cuma karena saya merasa punya tugas untuk itu. Ada beban moril dan janji dengan almarhumah nenek saya. Dan terlebih karena perasaan sayang yang begitu besar dengan kakek yang tidak pernah saya jumpai tapi selalu terasa dekat karena cerita-cerita dari Mama. 

Saya pun anggap ini latihan serius saya yang pertama untuk menjadi konsultan organisasi di kemudian hari. 

Saya suka sekali hal-hal yang menghidupkan sebuah harapan. Membantu membenahi sistem dari sebuah organisasi, menata kembali manajemennya, dan merubah apa yang perlu dirubah adalah bentuk ikhtiar untuk memunculkan harapan itu. Saya selalu merasa bahagia dan cukup, saat melihat orang memiliki secercah harapan di matanya saat kami berdiskusi, saya sangat ketagihan melihat pupil mata lawan bicara saya membesar tanda ia menemukan harapan lagi.

Tapi saya sadar, ini bukan hal yang mudah. Saya mendapat banyak sekali tekanan dari berbagai pihak, dan diri saya pun. Saat pembicaraan melebar, dan tidak fokus, saya sering takut apakah ini akan berhasil atau malah semakin buruk. Saat saya sadar perubahan dibutuhkan di berbagai sudut, saya merasa kerdil lalu kebingungan, harus dimulai dari mana awalnya.

Selain masalah itu, saya sedang mempersiapkan sesuatu yang selalu saya impikan sejak diterima kuliah S1 dulu. Saya ingin jadi psikolog, dan saya harus S2.

Dan ternyata meneguhkan hati untuk masalah S2 ini bukan perkara yang mudah. Tidak bisa dipikirkan satu atau dua malam. Harus kuliah dimana, ambil peminatan apa, dan bagaimana biaya kuliah yang begitu besar ini bisa teratasi nantinya. Saya pun harus belajar banyak hal untuk persiapan tesnya, dan ini bukan hal yang mudah. Saya butuh arahan diri yang sebegitu besar dan kuat untuk mendorong saya terus dan terus belajar. 

Bisnis. Saya merasa diri saya sangat payah dan pecundang. Dan saya harus hidup hari ke hari untuk meyakinkan diri sendiri kalau saya tidak separah itu. Iya, bisnis dan ide-ide lain harus terhenti karena saya memilih untuk fokus ke S2 dulu. Saya tidak ingin salah langkah, dan menyesal dikemudian hari.
Tapi saya sangat sedih saat memutuskan untuk menutup sementara. Sangat-sangat sedih.

Saat menulis ini pun saya sedang mereka-reka, apa reaksi saya saat membaca tulisan ini setelah semua ujian ini terlewati.

Akan kah saya menangis karena merasa bangga atas pencapaian saya? Atau saya tertawa karena saya merasa sangat-sangat manusiawi untuk merasa tidak mampu dan memilih untuk menulis dengan harapan bisa mengobati segalanya?

Apapun yang sedang terjadi dan mungkin akan terjadi di kemudian hari, keep dancing Han. Karena mungkin hidup memang serumit ini, dan kamu harus bisa meliuk-liuk indah di atas semua kerumitan itu. 

Dan, jangan lupa tersenyum dan terus kembangkan sense of humor yang kamu punya, kamu akan lebih mudah mengucap syukur setelah tersenyum dan menertawakan semua kekonyolanmu. 

Alhamdulillah, masih bisa merasakan nikmat seperti ini. Nikmat menebak-nebak masa depan. 


Thursday, February 18, 2016

Inovasi Twitter dan Ika Natassa Lewat #PollStory


Buat saya, twitter sudah agak sedikit kehilangan pesona dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saya merasa tidak ada alasan yang besar dan cukup kuat buat main twitter lagi. Teman-teman sudah sangat jarang ngetweet, dan saya pun. Twitter saya buka sesekali, yah mungkin sebulan dua kali buat sekedar baca-baca tweet dari beberapa penulis favorit saya. Lihat update an karya mereka, atau next project apa, atau sekedar cari inspirasi dan sesekali searching berita. 

Dan saya bersyukur banget buka twitter lagi sore itu. Setelah hampir dua bulan nggak buka twitter sama sekali. Eh tweetnya Kak Ika muncul di timeline. Langsung deh buka profilenya, karena saya Ika Natassa addict, dan selalu kagum sama jalan pikirnya. Jadi meskipun nggak baca bukunya, baca tulisan tweetnya aja saya uda seneng. Apalagi hasil-hasil gambarnya yang ciamik bangeeet. Oh i just lovee Kak Ikaa! 

Di profilenya, ada pinned tweet tentang Polling pembaca buat kelanjutan The Architecture of Love, pakai hastag #PollStory, dan kalau nggak salah itu buat kelanjutan episode 9. Apaaa iniii? Apaaa? Saya ketinggalan apaa?

Langsung deh baca-baca tweet bawah-bawahnya, dan baru ngeh kalo Kak Ika lagi nulis cerita yang di tweet seminggu dua kali, dan minta pembaca buat ngisi polling untuk menentukan kelanjutan alur ceritanya. Dan oh, ini buat episode 9, berarti sudah ada 8 episode yang bisa dibaca. Ekspresi saya waktu itu mungkin seperti anak kecil yang ditawarin coklat. Too much excited! Aaaah akhirnya setelah Critical Eleven yang bikin mewek, ada cerita baru lagi nih, tokoh baru, yang kayanya bikin mewek dan jumpalitan perasaan juga. Saya siap, Kak! Langsung deh baca kedelapan episodenya dalam waktu singkat dan galau seketika karena sadar harus nunggu tiap hari Selasa dan Kamis buat updatenya.

Arrgh sukses banget nih strategi Kak Ika dan Twitter Indonesia buat menggerakkan tangan saya buka twitter lagi. Meskipun kelanjutan ceritanya di tweet cuma tiap malam Selasa dan Kamis, tapi tiap bangun pagi dan mau tidur, saya jadi nggak pernah absen buka twitter. Berharap kali aja ada keajaiban Kak Ika reschedule jadwal ngetweetnya, saya nggak mau kelamaan nunggu kelanjutan cerita Bapak River ini, aaah. 

Dan meskipun cerita The Architecture of Love ini sudah tamat di tanggal 14 Februari kemarin dengan cerita yang nggantung dan bikin penasaran (OMG, cerdas sekali kau Kak, sungguh cerdas), saya jadi semakin akrab dengan twitter. Ngetweet sesekali, baca-baca timeline, dan kepoin Kak Ika, kali aja ada lanjutan episode 15 nya, hehe.

Saya sih nggak pengen nulis alur cerita cinta Bapak River ini, (baca sendiri aja deh kalo penasaran, ini linknya). Di tulisan ini saya cuma mau bilang kalo inovasi itu bener-bener mutlak diperlukan buat dunia yang semakin cepat dan ganas ini ya. Dan cara kerjasama Twitter dan Kak Ika menurut saya adalah inovasi yang berdampak cukup hebat, nyata dan cerdas. Jadi penasaran awal mula ide ini tercetus itu prosesnya gimana hehe. Briliant Kak Ika! 

Anyway, ditunggu dengan sangaaaat Kak buku kelanjutan cerita si Bapak River. 

Aduh jadi pengen beli kaos kaki hijau buat hadiah, aduh jadi pengen bisa bikin popcorn. Aduh.

Tuesday, February 9, 2016

#BALADA20TAHUNAN

Dari tadi pagi, saya meniatkan hari ini untuk mereview lagi apa sih yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup ini (ceilah berat banget).

And i just realized kalo tulisan-tulisan saya di blog ini, twitter, ataupun tumblr di jaman dahulu kala, telah menjelma sebagai time capsule yang saya buat untuk menjadi senjata terakhir saya menghadapi situasi seperti ini. Situasi limbung, tidak tau arah dan gamang, yang selanjutnya akan saya sebut #balada20tahunan.

Saya bersyukur bahwa salah satu tujuan saya menulis dan terus menulis meskipun tertatih-tatih adalah untuk berkomunikasi dengan diri saya sendiri, and i did it. Tulisan-tulisan itu telah menyelamatkan, atau setidaknya memberi arahan bagi saya untuk segera kembali ke track yang benar. (Aaamiiin).

Saya merasa ada banyak sekali orang yang -akan, sedang, ataupun telah- menghadapi #balada20tahunan ini dan sepertinya mereka butuh bantuan, atau sedikit pencerahan, seperti apa yang saya butuhkan. Berangkat dari hal itu, maka saya merencanakan untuk membuat #balada20tahunan ini menjadi judul podcast yang akan saya upload di soundcloud dan mungkin nanti jadi the real podcast, aamiiin, disitu saya akan mengobrol dengan teman-teman dekat yang berusia 20 tahunan juga, ataupun dengan adik tingkat dengan umur jauh di bawah saya, juga mungkin dengan orang-orang terdekat yang sudah melewati #balada20tahunan ini.

Why podcast? Bukan berupa tulisan atau artikel saja? Saya sebenarnya juga nggak tau, tapi saya sangat excited mencoba hal-hal baru, dan podcast merupakan sesuatu yang benar-benar baru bagi saya.

Anyone interested? Akan segera saya konsepkan. I promise. Wait ya!

Friday, January 29, 2016

My New MUSE :)




I love OH WONDER! My new fav duo, yang baru saja saya temukan video youtubenya kemarin lusa. 
Mungkin bawaan saya yang memang suka banget ngeliat duo, seperti Endah n Resha, US The Duo, Banda Neira, jadi excited banget waktu denger lagunya yang renyah krispi dan nggak picisan, eh pas dilihat, mereka duo yang nulis lagunya sendiri, terdiri dari Anthony dan Josephine. Dan meskipun mereka termasuk baru, (Oh Wonder lahir di th 2014), tapi lagu-lagunya enak-enak banget, ngingetin saya sama tipe-tipe lagunya Of Monster and Men, and i looooove it. 

Oh iya, selain lagu Without You, saya juga suka banget sama Lose It yang video klipnya keren banget. Harus denger banget deh! Heheheh

Monday, January 25, 2016

Maybe This Is Quotes of The Year for Me!

Do not do something because of others.Don't do something because you want to be ahead of others.
Don't do something because by doing it, others will compliment you for it.
Don't do something because others aren't and you simply want to be different.
Don't do something because others are and you want to be current.
Don't do something because others told you to.
Don't do something because others told you not to, and you feel cool being rabel. 

Do something because you enjoy doing it, you believe it brings value to your life and you just know that it's the right thing to do. 

#88LOVELIVE

Saturday, January 23, 2016

THANKYOU SHINTA!

Malam ini, chat dan voice note an via LINE sama Shinta Indri Pratiwi and i got all i need. Thankyouu for the chat and you re so lovely, and lucky. You deserve the best. Dan terang-gelap-terang selalu datang bergantian. Sekali lagi, terimakasih ya Shin.


Btw, i need moree high quality chat like tonight. I just need to remember that im not alone and still have friends. Saya masih nggak tau apa jalan keluar dan titik terang dari fase yang sedang saya rasakan sekarang ini, tapi saya tau kalau saya masih punya Allah yang bisa selalu diandalkan, dan ini memang proses yang harus saya lalui. Sebentar lagi, akan ada titik terangnya, Han. Hang on there.

Wednesday, January 13, 2016

SPEACHLESS : MY HANDWRITING BECOME REAL!


Mau tau rasanya waktu ada yang bilang kalau ia tertarik dengan handwritingmu dan mau menjadikannya sebagai desain pin? Speachless. Rasanyaaa... pengen bilang, "Are you sure?" "Use my handwriting as a design?" "OMG, im just a little kid in this THING, im just tooo shy, happy, afraid, and i dont know how to react it. 

Keisengan menulis indah pakai kuas ini sudah mulai muncul kurang lebih satu tahun yang lalu. Saya waktu itu benar-benar addict scrooling instagram para suhu handwriting yang gaul abis. Rasanya kagum dan pengen banget bisa. Akhirnya mulai coba-coba dengan modal sedikit percaya diri, dan mengingat-ngingat kalau tulisan tangan saya nggak jelek-jelek amat. Percaya juga sama yang namanya berproses dan berprogress. Waktu awal-awal sempet ngerasa minder banget dan berusaha buat niru gaya tulisan mbak-mbak gaul di Instagram itu. Tapi lama-lama capek juga, soalnya saya terus membandingkan dan terkesan tulisan tangan yang bagus cuma yang tipe kaya gitu.

Akhirnya lama-lama mulai sedikit pede dan tangan mulai lemes. Sempet explore berbagai jenis kuas, cat dan kertas juga. Bersyukur semakin hari semakin banyak model handwriting yang nggak nuntut perfection. Karena meskipun penyakit lama saya adalah seorang perfeksionis, tapi untuk urusan menulis indah saya lebih tertarik dengan tipe yang unperfect, hehe. Sekarang pun saya masih jauuuuuh dari target apa yang saya harapkan. Tapi saya bersyukur karena dua hal. Pertama, dengan handwriting saya menemukan moment-moment tenang, sunyi dan penuh konsentrasi, yang cocok untuk melepas penat, atau berpikir panjang. Kedua, saya mengerti bahwa proses adalah segala-galanya, dan tidak pernah dihianati oleh hasil akhir.

Saya akan terus terus terus berlatih handwriting, karena saya menikmatinya. Semoga kedepannya saya akan menemukan gaya-gaya handwriting yang cocok untuk kepribadian saya, hehe.


Sunday, January 10, 2016

TODAY 10TH JANUARY OF 2016, AND ALL I WANNA SAY JUST HELLO 2016!

Yeeiy selamat tahun baru 2016! Semoga hal-hal yang baik menghampiri kita tahun ini. Aaamin. 


Normalnya orang nge post resolusi tahun baru atau saying good bye waktu di tanggal-tanggal awal pergantian tahun. But i was sooo lazy beberapa hari ini. Em nggak hari sih, beberapa minggu ini. Yah mungkin sekitar 2 minggu. Bener-bener do nothing selain beli buku, baca buku maraton, liat film maraton, ngeliat calon-calon film nominasi oscar, nemuin playlist-playlist baru, liat TV (asian food channel OMG), berkhayal mau masak ini itu, berusaha menghindari laptop dan hape sekuat tenaga, tidur after midnight dan bangun karena nggak kuat kena sinar matahari yang uda terik, belanja online, dan kemudian lihat cermin dan sadar kalo saya membengkak, hehehe. 

Bika dan Sami lagi liburan di rumah (yeeeeiy). Saya bahagia tak terperih kemudian muncul sedikit perasaan "sayang banget" kalo saya menghabiskan hari di depan laptop, kejer orderan dari pagi sampai malam. Maka, setelah berhasil dapetin iphone 5 buat Bika, saya slow down. Do nothing.

Sebenarnya saya benci saat saya sadar kalo itu bentuk kemalasan saya. No, im not a lazy person yang terbiasa buat menyalahkan segalanya selain saya karena kemalasan itu. Saya juga tau 2 minggu bukan waktu yang sebentar dan terlalu sayang untuk dihabiskan terlena-lena seperti itu.

But i need it.

Saya butuh ngobrol dan menghabiskan banyak waktu untuk diri saya, keluarga, terutama dua adik saya yang cuma bisa saya temui 2 kali dalam setahun. 

Jadi saya mengikhlaskan wrapparcel off dan cerita dari mama pun ikut-ikutan off. Karena sulit sekali buat ngepost tulisan dengan tujuan menginspirasi orang lain ketika kamu sendiri merasa sangat-sangat tidak terisnpirasi. Dan jenuh dengan segala rutinitas deadlinemu.

Bika balik ke Assalaam tadi shubuh naik kereta diantar Sami. Dan saya pulang ke rumah dengan perasaan, "OMG, I am alone again". But suddenly i miss all my routine. Saya kangen semuanya. Kangen deadline, kangen busy days.

So, i write this post. 

Im not sure what i want to say in this post, but whatever. Saya cuma perlu mengobrol banyak dengan diri saya sendiri lewat tulisan ini. Memaafkan diri saya atas dua minggu yang tidak produktif, new year 2016 yang berjalan sangat lamban, dan challenge pertama saya yang gagal (buat tidak tidur lagi setelah shubuh). Heheheh

How do you feel right now Han? Sedikit lega, ada sedikit beban dan kewajiban yang sudah saya gugurkan (buka blog again), dan takut. Takut berlebihan. Takut yang sebenarnya kalo ditanya juga saya nggak tau penyebabnya apa. Mungkin saya takut akan masa depan. Saya takut ketika saya menganggap diri saya diam dan tidak bergerak maju, ternyata saya bukan diam di tempat, tapi lebih buruk dari itu, saya bergerak mundur. Membayangkan "saya berjalan mundur" itu selalu berhasil membuat saya takut dan cemas berlebihan. 

Saya juga takut kalau selama ini saya berbuat sesuatu, mengusahakan banyak hal bukan untuk diri saya, tapi untuk membuat impress orang lain terhadap saya membaik. Ya Allah, membayangkan itu semua, membuat otak dengan cepatnya mengasosiasi diri sebagai seorang kurcaci kerdil di pojokan ruangan. I dont want it.

Saya takut akan ketidakpastian masa depan. Saya takut akan ide-ide saya yang semakin liar tapi saya tidak mampu mewujudkannya. Saya takut terjebak dalam zona nyaman saya sekarang. Saya takut kehilangan diri saya yang dulu, tapi juga sama takutnya buat tidak berubah. Saya takut usia 20 tahun ini terlewat begitu saja dan saya tidak memanfaatkannya sebaik mungkin. Saya takut dibanding-bandingkan. Saya takut buat di cap "terlalu berani menjalankan hidup sesuai dengan apa yang saya inginkan" dan akhirnya gagal. Dan banyak sekali hal-hal lain yang saya takutkan.

Mungkin saya benar-benar seorang penakut. 

Saya tiba-tiba menemukan kata-kata ini :

Your 20's are your 'selfish' years. It's a decade to immerse yourself in every single thing possible. Be selfish with your time, and all the aspects of you. Tinker will shit, travel, explore, love a lot, love a little, and never touch the ground. - Kyoko Escamilla

And i feel better. Mungkin tahun ini saya mau lebih banyak traveling. And never touch the ground for me means "nggak usah mikir terlalu banyak, kerjakan apa yang harus kamu kerjakan, dan tidak ada panduan untuk menjalani hidup yang sudah kamu pilih, jadii enjoy the ride, Han."

Btw, i have a free download calendar 2016 part 1 for you all. PS : I made this with my handwritting and all my heart. So hope you like it and use it as walpaper or print it and hang on your table, or whatever. 



< > Home
Powered by Blogger.
Passion Journal © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.