Thursday, March 23, 2017

Captain Fantastic, I am Amazed


Tadi malam, saya ada waktu untuk sedikit bernafas. Dan saya memanfaatkannya buat liat film. Search random di IMDB, dan kemudian memutuskan streaming online film Captain Fantastic. Im happy because i decided to watch this film.

This film was so great i think. It makes me think about how crucial the effect of  parenting in your life. Bagaimana pengasuhan orang tua, it shape your life. And i don't know, somehow i want to be a  mom who teach my children how to life, saya ingin jadi orang tua yang bisa ngasih bekal anak-anak untuk bisa survive hidup di jamannya nanti. Bukan jadi orang tua yang memastikan bahwa masa depan anaknya akan baik-baik saja. Karena kita punya limit dalam hidup ini. Kita akan terpisah jarak, terpisah jaman, terpisah waktu, dan terpisah karena hal-hal lain yang memang tidak bisa kita pastikan. Dunia kita akan sangat berbeda dengan dunia mereka. Yang bisa kita lakukan hanya memberi bekal sebanyak-banyaknya, agar ia siap menghadapi dunianya sendiri nanti.

Orang tua juga sebaik-baiknya guru. Jangan cuma berhenti difungsi orang tua untuk pengasuhan. Orang tua harus mampu jadi role model, jadi guru, jadi tempat bertanya apa saja, dan bisa menempatkan diri untuk situasi apapun saat berhadapan dengan anaknya.

Dan satu lagi, saya ingin suatu hari nanti, semua makanan minuman yang saya makan, baju yang saya pakai, aksesoris, sepatu, dan lainnya, benar-benar saya lakukan sendiri prosesnya, dari hulu sampai hilir. Saya ingin menanam banyak tanaman untuk sumber makanan, budidaya ayam, dan hewan lainnya, membuat baju dan aksesoris saya sendiri.

Dan sebenarnya tantangannya adalah, bagaimana dengan pola hidup yang sudah kita atur sedemikian rupa, kita tetap bisa jadi bagian dari masyarakat luas. Tidak lantas memisahkan diri, karena kita merasa jalan pikir dan prinsip hidup kita beda. Maka, pintar-pintar menyeimbangkan antar keduanya adalah solusinya.

This film is worth to watch. Family is everything. Do watch, please.

Saturday, March 18, 2017

My Open Letter for Baba..

Dear Baba, my lovely father....

Terimakasih sudah menunjukkan secara nyata bagaimana hidup di dunia ini dengan sederhana. Terimakasih sudah percaya sama aku. Terimakasih sudah percaya sama aku dengan segala kekuranganku. Modal kepercayaanmu itu yang berhasil membawaku sampai di titik ini.

Mungkin sebagai anak dan ayah, hubungan kita tidak sedekat anak dan ayah lainnya. Tapi aku selalu menghormati dan menghargaimu atas apapun yang Baba perbuat. Setiap kita traveling bareng naik kereta api, percayalah itu salah satu moment yang paling membahagiakan dalam hidupku. Aku membaca banyak hal, aku ingin tau banyak hal, aku menjadi peka dengan lingkungan, karena aku kagum dengan jalan pikirmu, Ba. Aku semenjak kecil bercita-cita ingin bisa bercerita tentang banyak hal, mulai dari jadwal kereta api, arah kereta api, pepohonan di sepanjang jalan, dan banyak hal lainnya karena aku melihatmu sangat istimewa dalam hal itu. Aku ingin tumbuh sepertimu, tau banyak hal, tau dunia lebih luas, tidak terkukung di dalam satu kotak saja.

Mungkin sampai sekarang ada banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa Engkau sebagai Ayah yang terlihat cukup keras, membolehkanku untuk hijrah ke kota orang semenjak SMP, kuliah pun di kota orang, dan sekarang lanjut S2 di kota orang juga. Tapi modal kepercayaanmu yang selama ini berusaha aku jaga itulah yang menguatkan langkah-langkahku. Akan ada banyak orang yang meskipun aku jelaskan berkali-kali tidak akan mengerti, tapi aku belajar banyak bahwa seorang anak hanya butuh untuk dipercaya. Aku bersyukur setiap hari karena aku menjadi anak Baba yang memberi kepercayaan penuh buat anak-anaknya.

Terimakasih sudah menunjukkan dengan nyata bahwa hidup ini akan sangat indah kalau kita bisa bermanfaat untuk sesama. Bahwa uang bukan segala-galanya. Terimakasih sudah selalu jadi reminder nyata, tanpa kata-kata untuk selalu menjaga jangan sampai terlena dengan gaya hidup dan dunia. Baba yang selalu mementingkan orang lain ketika uang sedang pas-pasan, yang percaya penuh sama rezeki Allah. Aku pun diam-diam menjadi seperti itu. Aku tidak takut besok pagi akan makan apa, karena aku percaya selama aku bergerak, Allah sudah menjamin rezekiku. Terimakasih sudah memberi contoh ketika sedih, atau banyak pikiran, sedekah dan menolong orang lain adalah cara paling ampuh untuk mengusir semua itu.

Terimakasih Ba, atas segala pengorbanannya sampai aku dan adek-adekku bisa tetap mendapat pendidikan terbaik, hidup yang layak, keluarga yang hangat, sampai sekarang ini. Terimakasih sudah berjuang jungkir balik untuk itu. Suatu saat nanti gantian aku dan adek-adek yang akan jungkir balik mewujudkan semua keinginan Baba dan Mama.

Ba, terimakasih sudah menunjukkan bahwa sampai kapanpun, surga itu ada di bawah kaki Ibu. Cara Baba menghormati dan melayani Jidda akan menjadi contoh sampai kapanpun, bahwa ridho Ibu adalah segalanya, ridho orang tua adalah segalanya. Akan aku ingat baik-baik saat merawat Baba dan Mama nanti.

Terimakasih atas ucapan-ucapan tersirat yang selama ini masih berusaha aku maknai, karena Baba tidak pernah mengucapkan apapun secara langsung. Tapi aku tau hati Baba sungguh lembut, aku melihat beberapa kali Baba menangis saat Hale Umi dan Umik meninggal.

Saat wisuda S1 dengan nilai seperti itu, aku ingin mendengar ucapan langsung dari Baba, apakah Baba bangga sama aku. Hari itu aku tidak mendapatkannya langsung, tapi saat di mobil pulang, di lampu merah, Baba membuka jendela, memberi uang kepada pengemis sambil bilang, "Biar mereka ngerasa seneng juga, nggak cuma Baba yang seneng.." dan its enough. Kalimat itu aku maknai dengan berbagai macam daya dan upaya sampai detik ini. Baba tau, semua yang aku lakukan sejak TK, SD, SMP, SMA, S1 sampai sekarang adalah tidak lain tidak bukan, untuk membuat Baba bangga. Aku tau Baba sempet kerja di ranah penerbitan, aku pun memberanikan diri sejak SMP menjadi ketua agenda, dan waktu itu gagal. Sebenernya aku syukuri gagal itu, karena aku jadi punya topik pembicaraan sama Baba. Waktu SMA, aku berani jadi ketua agenda lagi, dan berhasil. Tapi pengakuan itu tampaknya masih belum bisa aku dapatkan. Tapi nggak papa Ba, dengan sikapmu yang seperti itu aku terus memacu diriku buat lebih baik lagi. Terimakasih sudah menjadi Baba yang tidak mudah memuji, itu menjadikan diriku sekarang, yang tidak mudah puas dan terus berusaha yang terbaik selagi ada kesempatan.

Seminggu lagi Baba ulang tahun yang ke 58. Aku tidak menyangka umur Baba sudah sebanyak itu. Rasanya aku sedih karena tidak banyak meluangkan waktu untuk terus ngobrol dan bertanya banyak hal ke Baba. Setiap ulang tahun Baba, aku sering kali lupa, atau ingat ketika tanggalnya sudah lewat. Baba pun tidak pernah hafal ulang tahun Baba sendiri. Baba tidak mementingkan semua selebrasi ulang tahun, i know. Tapi rasanya berdosa sekali kalau tahun ini, ketika aku ingat dari jauh-jauh hari, aku tidak mengucapkan terimakasih atas segala pengorbanan Baba selama ini. Maafkan aku yang masih jauh dari sosok anak yang membanggakan. Maafkan aku yang mungkin belum bisa jadi kakak yang baik buat Sami dan Bika. Maafkan aku yang masih sering minta uang bulanan ke Baba.

Terimakasih, Baba sudah mau lebih banyak mendengarkan aku beberapa tahun terakhir ini. Terimakasih, Baba sudah mulai terlatih untuk mengucapkan dua kata ajaib, maaf dan terimakasih di awal dan akhir telepon atau SMS. Terimakasih karena telah percaya sama aku buat bantu pekerjaannya Baba. Terimakasih sudah menasehati tanpa kata-kata yang panjang lebar. Mengingatkan dengan cerita-cerita Nabi dan sahabatnya. Dengan ayat Al-Quran, dengan hadits. Im really proud of you..  Kagum sama cara Baba berbicara, jalan pikirannya Baba, cara Baba menghapal sesuatu, semangat Baba untuk terus membaca dan belajar, semangatnya Baba buat terus bantu orang, semangatnya Baba untuk terus menjunjung tinggi Islam dengan cara Baba sendiri. Terimakasih sudah menjadi role model dalam hidupku. Semoga Baba terus semangat memperjuangkan apapun yang Baba yakini benar. Semoga Baba selalu diberi kesehatan, di bawah lindungan Allah..

Suatu saat nanti, boleh lah kita menaikkan level dari berbicara panjang lebar di kereta api, menjadi berbicara panjang lebar di pesawat ke negara-negara lain yang selama ini belum kita kunjungi. Mungkin nanti di pesawat itu, giliran aku yang akan bercerita banyak hal, mulai dari keadaan negara ini, sampai bentuk awan yang kita jumpai di jendela pesawat. Tapi kalaupun tidak, aku anak kecilmu ini, akan sampai kapanpun tetap senang traveling kemanapun dengan kereta api, dengan jendela yang besar, sawah yang terhampar, dan kita mulai membicarakan banyak hal. Terimakasih Ya Allah sudah memilihkan Baba untuk jadi Babaku.


Ba, aku nggak akan kasih surat ini langsung ke Baba. Aku malu. Tapi suatu saat nanti kalau Baba kebetulan baca, percayalah sampai kapanpun aku menyayangi Baba, hormat sama Baba dan kagum dengan apapun yang sudah Baba lakukan. Kalau sewaktu-waktu Baba butuh suntikan semangat, Baba bisa baca surat ini lagi, karena aku adalah pendukung pertamamu.


Your daughter,


Raihanah



Sunday, March 5, 2017

HOW PROFESSIONAL ARE YOU?

Saya banyak berpikir mengenai hal ini beberapa hari terakhir. Saya mengamati dan mendengar banyak cerita dari orang-orang sekitar saya tentang masalah ini. Semakin profesional seseorang, ia akan memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya, tanpa memperdulikan siapa orang itu, bagaimana kedudukannya dalam masyarakat, apa pekerjaannya, apa agamanya. Semakin profesional seseorang dengan background pekerjaan apapun, ia akan berupaya bagaimana dengan kehadirannya ada orang lain yang merasa terbantu, bagaimana ia bisa memberi manfaat sekecil apapun itu.

Saya mulai berpikir tentang hal ini karena curhatan Mama beberapa malam terakhir. Rekan kerjanya ada yang bisa dikategorikan profesional dan sebaliknya hanya dengan cara ia memperlakukan orang lain. Menurut saya dan Mama, tingkat profesional seseorang tidak harus terlihat ketika ia memimpin, tidak juga saat ia menduduki suatu posisi penting, atau dalam keadaan ekonomi yang berkecukupan. Satpam perumahan, petugas sampah pun juga ada yang profesional dan ada yang tidak. Dalam hal ini terkadang kita salah memahami, salah memberi persepsi.

Kita melihat tingkat profesional seseorang seiring dengan posisinya, apa pekerjaannya, bagaimana keadaan ekonominya. Padahal itu kriteria yang semu, yang bisa kapan saja hilang dari orang itu. Banyak sekali orang dengan ekonomi berlebih, memimpin suatu perusahaan besar, atau punya kedudukan yang tinggi, tapi tidak terlihat sikap profesionalnya sama sekali. Tapi ada juga dengan keadaan yang sama, memiliki sikap profesional yang membuat banyak orang kagum. Seperti keadaan yang saya alami beberapa waktu lalu. Saya sedang ada di suatu mall. Saya melihat bapak-bapak dengan tampilan sangat rapi, layaknya bos besar. Saat akan keluar dari sebuah kedai kopi, ia tidak segan membukakan dan menahan pintunya untuk segerombolan anak-anak ABG yang mau masuk, dan tetap tersenyum ramah. Menurut saya, bapak itu bisa dikategorikan profesional karena beliau tidak segan melakukan hal yang remeh temeh untuk orang lain yang tidak memiliki kepentingan dengannya. Ia mau melayani. Dan inisiatif untuk melayani, membantu orang lain, tanpa ada kepentingan dibaliknya cukup susah ditemui di jaman sekarang ini.

Semakin tinggi posisi kita, semakin tinggi ilmu kita, semakin baik ekonomi kita, seringnya kita lupa bagaimana caranya melihat manusia lain sejajar dengan kita. Kita terbiasa melihat orang lain dengan anggapan bahwa ia berada jauh di bawah dan merekalah yang harus melayani kita.  Di sisi lain, kita tetap merasa profesional karena posisi dan hasil kerja kita,  lupa kalau profesional itu tidak terbatas ruang dan waktu.
< > Home
Powered by Blogger.
Passion Journal © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.