Thursday, December 14, 2017

Malam-Malam Belakangan Ini


Setelah beberapa malam aktif mendengarkan beberapa lagu indie dan ikut berdendang
Tiba-tiba banyak sekali kata-kata yang meletup dan ingin ditumpahkan..
Ada banyak sekali nikmat Tuhan yang sejenak ingin aku ucapkan terimakasih..
Untuk malam-malam panjang yang aku lewatkan dengan penuh kecemasan
Untuk penelitian kecil-kecilan tentang efek kopi yang aku terapkan pada diriku sendiri
Untuk pikiran yang melayang-layang, lompat-lompat tak bisa dikendalikan
Untuk laptop kesayangan yang dengan segala intriknya menuntut aku buat terus belajar dan belajar
Untuk tumpukan novel yang hanya mampu aku tatap dengan nanar
Untuk cicak-cicak yang sering kali aku ajak bicara
"Please cicak, jangan ke arah sini, jangan di atasku persis, nanti aku nggak bisa ngerjain..."
Untuk diriku sendiri yang sering aku ajak bicara di depan cermin, 
atau di sepanjang jalan menuju pulang ke kosan..
"Tenang Han, kamu bisa.. buka laptop trus langsung dikerjain, sedikit lagi han, ayo ayo.."
Untuk kucing-kucing yang sering jadi teman kegelisahan di tengah malam
Untuk deadline yang akan datang 3 jam dari sekarang, tapi aku malah nulis postingan ini..

Terimakasih, terimakasih semuanya sudah hadir dalam hidupku
Terimakasih karena aku yakin semua ini tidak ada yang sia-sia
Satupun tidak akan ada yang sia-sia
Mungkin di titik ini aku pun tidak mengenali siapa diriku sendiri
Ada banyak hal yang berubah, dan aku pun masuk dalam pusaran itu
Tapi ini tidak akan kusesali atau kuratapi nantinya
Karena aku ingin sekali menghargai nikmatnya berproses, apapun nanti hasilnya
Kalau toh badai ini sudah berlalu, akan aku coba pelan-pelan
Kukumpulkan lagi satu demi satu diriku yang dulu
Kalau aku bisa..
Kalaupun tidak, aku siap bertransformasi menjadi diriku yang baru
Esok pasti ada, badai pasti berlalu, dan semua pasti baik baik saja
Terimakasih diriku yang sudah mau meluangkan 20 menit untuk menulis postingan ini
Suatu saat nanti kamu pasti akan berterimakasih atas waktu itu

image from pinterest. 

Tuesday, October 24, 2017

Why Cooking Always Make Us Happy?


Saya termasuk orang yang kalo pusing dan bete, bawaannya pengen masak. Masak sendiri, dan dimakan sendiri, itu sudah jelas, hehe. Sepulang dari urusan kampus setelah magrib, sebanyak apapun tugas yang harus saya kerjakan, saya sering kali menyempatkan untuk ke dapur dan masak. Bikin tumisan sayur, bikin salad, atau goreng sesuatu. Yah, sekiranya prepare masak, proses masak, sampai makan kira-kira satu jam. Meskipun sebentar dan sederhana, saya merasa itu salah satu "me time" paling berkualitas yang saya lakukan dalam sehari. Saya selama ini sangat menikmatinya tanpa tahu alasan mengapa masak begitu saya rindukan dalam sehari. Hingga suatu saat...

Saya ikut pelatihan terkait trauma, dan dosen saya menjelaskan terkait memasak dengan sangat sederhana. Tapi saya sadar itu adalah "aha moment" yang benar-benar menjawab apa yang saya pikirkan selama ini. 

"Kalau bete, atau nggak semangat, kenapa kok kita pengennya masak aja? Saya juga gitu, sampai rumah bodo amat deh laporan kasus dll, yang penting saya masak dulu, potong ini itu, kupas ini itu, sampe jadi masakan.. Eh tiba-tiba jadi, trus dimakan, kenyang, dan kita happy." 

Kemudian beliau menjelaskan, bahwa dalam proses masak, kita harus menyelesaikan langkah demi langkah, goalnya kecil-kecil sampai jadi goal yang besar yaitu masakan siap kita makan. Goal kecilnya mulai dari cuci sayur, potong semua sayur, siapin bumbu, dan seterusnya. Kita lebih bahagia dan semangat karena goalnya kecil-kecil dan tujuannya jelas. Proses mencapai goal kecil ini juga dengan usaha yang konkrit, sehingga kita semakin semangat buat sampai goal besarnya. Selain itu, masak butuh pikiran yang fokus, nggak kepecah-pecah. Secara nggak langsung otak kita istirahat dari segala bentuk beban hidup yang kita rasakan, dan fokus bagaimana caranya masakan ini bisa dimakan dengan segera dan enak. 

Sejak saat itu saya semakin menikmati proses memasak. Selain memasak, saya juga menikmati proses menyetrika. Iya, menyetrika. Pekerjaan yang biasa dihindari oleh sebagian ibu rumah tangga, justru saya sangat menikmatinya. Kemudian, saya berpikir apakah menyetrika ini bikin saya happy dengan analogi seperti memasak bikin saya happy? Ternyata tidak begitu mirip. Goalnya dalam proses menyetrika adalah goal kecil-kecil seperti memasak yaitu satu baju yang awalnya kusut jadi rapi. Tapi, dalam memasak, variasi kegiatannya banyak sekali, ada mencuci, mengupas, memotong, mencincang, menumbuk, menumis, menggoreng, merebus, mengkukus, dan banyaaak sekali. Sedangkan dalam menyetrika hanya ada satu variasi kegiatan yaitu menggosok setrika di atas pakaian. Mungkin karena minimnya variasi kegiatan itu yang bikin kita cepet bosan saat menyetrika. Untuk saya, menyetrika tetap proses yang menyenangkan nomor dua setelah memasak, karena sebelum mulai menyetrika segunung pakaian, saya mulai dari proses klasifikasi terlebih dulu. Oh ini baju tidur sama baju tidur, kerudung sama kerudung, baju formal sama baju formal dan seterusnya. Tapi satu catatan untuk saya, meskipun bisa menikmati proses menyetrika, saya nggak suka proses melipat pakaian. Jadi, setelah disetrika pakaian tersebut akan langsung saya gantung dengan hanger, hehe. 

Apapun itu, ternyata bikin kita happy itu sederhana ya. Nggak perlu jauh-jauh plesiran ke luar negri. Dan alangkah baiknya kalau goal kita dalam satu hari bisa di break down kecil-kecil seperti proses kita saat memasak. Lets try..

image from here

Tuesday, October 17, 2017

Speed Recovery


Di tengah semester kasus seperti ini, rasanya setelah selesai satu kasus pengen punya waktu beberapa hari buat tiduran, nafas, dan do something di luar urusan laporan. Tapi ternyata itu hanyalah mimpi di siang bolong. You need extra speed recovery Han. Mungkin dulu, setelah badai menghadang, nggak tidur berhari-hari, selalu ada hari-hari untuk menuntaskan capek setelahnya. Hari-hari slow motion, dan bisa tidur-makan-nonton sampai capeknya hilang. Sampai betenya menguap. Sampai rasanya badan dan otak siap buat diajak mikir berat lagi.

Tapi nggak kaya gitu buat sekarang. You can't. Jangan berharap. Kamu harus punya plan yang singkat dan mujarab untuk recovery. Harus singkat, tapi efeknya bener-bener bisa sama atau bahkan lebih dengan tidur berhari-hari seperti sebelum-sebelumnya. Sampai sekarang, bisanya baru tidur panjang dari habis Isya tet sampai Shubuh. Dari jam 7 malem sampe jam 5 pagi. Badan seger sih, rasanya punya tenaga lagi. Tapi capeknya masih ada. Mungkin besok-besok boleh ditambah yoga, mandi air hangat, tidur panjang, nulis blog, nggambar, baca novel fiksi, dan sebagainya. Tapi semuanya harus terplanning ya, biar nggak makan waktu banyak. Oiya, satu lagi Han, jangan kebanyakan minum obat pain killer. Itu nggak sehat, dan kamu uda tau banget tentang itu. Please, berusahalah lebih keras untuk hidup lebih sehat. No pain killer, no sugar drink, more walk, more yoga, dan lebih banyak bersyukur.

Semua pasti terlewati.

Image from here

Saturday, September 23, 2017

Terimakasih Bu Semi

She was the legend. Ibu Semiati Ibnu Umar, dosen legendaris psikologi industri organisasi UI. She was too humble. Umurnya sudah di atas 80 tahun, tapi beliau selalu pulang pergi Cikini - Depok dengan KRL setiap hari. Saya sangat beruntung bisa jadi mahasiswanya selama kurang lebih 1 semester sebelum beliau wafat. Cara beliau menyampaikan materi pun cukup unik, dalam beberapa kali pertemuan beliau akan mengulangi kalimat-kalimat yang menjadi inti dari psikologi industri organisasi itu sendiri. Di awal, saya dan teman-teman sekelas berpikir, ya Allah kok disuruh ulang-ulang terus, but that's it. Karena beliaulah kami hafal kalimat-kalimat inti itu di luar kepala.

Di Fakultas Psikologi sendiri, ada beberapa gedung yang belum menggunakan lift. Dan Bu Semi, setiap hari melewati tangga tersebut tanpa minta bantuan, dan benar-benar menolak untuk dibantu. Ya Allah, betapa tangguh dan mandirinya beliau. Prinsipnya tidak mau merepoti atau membebani orang lain. Saat di kampus, beliau menggunakan pakaian atas-bawah dengan motif yang sama, dan berbahan seperti satin, layaknya baju nenek-nenek pada umumnya. Tapi jangan bayangkan nenek yang sudah nggak berpikiran estetika ya, Bu Semi masih sering ke salon dan pakai bros sebagai pemanis di bajunya. Saat di kelas, kerap kali beliau batuk-batuk dan langsung mengambil bungkusan permen mint dari tasnya. Oh iya, beberapa kali juga mengeluarkan coklat dan membagi coklat tersebut kepada mahasiswanya. Yang akan selalu saya ingat juga, saat beberapa kali duduk depan, dan tiba-tiba pulpen saya terjatuh, Bu Semi, yang doktor dan sudah sepuh tersebut, langsung berdiri dari tempat duduknya dan menunduk mengambilkan pulpen tersebut. Pertama kali liat adegan ini, saya merinding dan setengah teriak, "Biar Ibu, biar saya yang ambil..." I was too amazed. Tapi ya seperti itulah Bu Semi.

Saat beliau masih sehat, kami sempat mengunjungi rumahnya dan membawakan foto kolase anak sekelas dan quotes dalam frame yang cantik. Di rumah tersebut, beliau hanya tinggal bersama satu orang bibi paruh baya yang sudah bertahun-tahun ikut dengannya. Iya, Bu Semi memang belum menikah. Beliau dengan bangganya bercerita sanak saudaranya, keponakannya, dan cucu-cucu keponakannya yang berjejer fotonya di ruang tengah rumahnya, tempat saya dan teman-teman lain disambut pada hari itu. Rumahnya cukup luas dengan pekarangan yang cukup lebar layaknya rumah kuno pada umumnya. Bu Semi terlihat sangat senang dikunjungi dan mencium pipi kami satu persatu. Oh, i really adore her, love her, and i was feel so blue because i always remember about my grandma.

Beberapa hari sebelum beliau di rawat di rumah sakit, saya dan Mba Uci sempat ketemu dan mengobrol cukup lama di depan ruang dosen PIO. Bu Semi ingin tau bagaimana cara mengoperasikan boomerang. Karena waktu itu, beliau sempat berfoto dengan Mba Uci menggunakan aplikasi itu. Setelah beberapa lama trial and error, Bu Semi akhirnya bisa mengoperasikan boomerang dan ingin foto dengan cucu-cucunya nanti kalau ada kesempatan kumpul lagi. Sebelum belajar mengoperasikan boomerang, Bu Semi menunjukkan foto beliau di perkawinan salah satu cucunya di Surabaya belum lama ini. Beliau sangat cantik dengan kebaya yang manis. Setelah itu, beliau bertanya asal-usul saya, dan sedikit memberi nasihat.

Saya nggak tau itu akan jadi moment terakhir dengan Ibu. Selama Ibu di rumah sakit, sedihnya, saya belum sempat menjenguk. Tapi, biarlah dengan tulisan ini saya mengungkapkan rasa terimakasih saya. Terimakasih Bu Semi, terimakasih sudah menjadi contoh nyata dalam kehidupan, terimakasih sudah mengajarkan bagaimana cara bahagia, menjadi wanita yang tangguh, dan pekerja keras dengan tetap sederhana. Terimakasih sudah menjadi bukti nyata bahwa dengan semakin tingginya ilmu seharusnya kita semakin menunduk dan jauh dari sifat sombong. Terimakasih ya Allah atas kesempatan mengenal beliau dalam beberapa bulan terakhir ini. Sosok Ibu akan selalu berarti bagi saya, akan saya ingat dan ceritakan ke siapapun yang butuh untuk mencontoh sikap-sikap Ibu. Innalillahiwainnailaihirojiun, semoga amalan dan seluruuuh kebaikan Ibu diterima di sisi Allah. Dosa-dosa Ibu diampuni, dan ilmu yang sudah Ibu sampaikan berpuluh-puluh tahun kepada ribuan murid Ibu bisa menjadi ladang pahala yang tidak pernah terputus untuk Ibu. Semoga kami yang pernah mengenal sosok Ibu, bisa mencontoh semua sikap-sikap Ibu, Aaamiin..












Sunday, September 10, 2017

Minggu Sore di Rumah

Hari ini hari Minggu. Jam 3 sore.

Aku sama Mama sama-sama pakai daster, minum teh dan makan roti tawar double soft diisi meses dan dipanggang tipis-tipis. Mama di meja makan, aku di atas sofa. Mama lagi nulis dan baca laporan mingguan guru-guru bimbingannya. Aku lagi baca buku the happiness project lewat i book. Kami berdua sepakat buat dengerin lagu payung teduh.

Dan aku tergerak buat mengabadikan moment ini lewat tulisan di blog. Because suddenly i feel so completed, warm, and happy.

Alhamdulillah.

Sunday, August 20, 2017

Nasehat Bisa Datang Dari Mana Saja

Hari ini diingetin Pak Gojek di perjalanan ke Stasiun Bekasi mau balik ke Depok. Katanya waktu liat Baba di teras rumah tadi, dia inget almarhum ayahnya. Trus dia pesen selama orang tua masih ada jangan sia-siain buat nggak ngabisin waktu bareng mereka. Main sama temen ada masanya, bisa ditunda. Tapi kalau ngabisin waktu sama orang tua itu nggak bisa ditunda dan harus selalu jadi prioritas. Im totally agree with that. 
Seminggu sekali, dari Jumat malam sampe Minggu malam, aku dedikasikan waktu buat Mama dan Baba. Ngelakuin apapun asal sama mereka berdua. Dari makan siang-malem bareng, masak bareng, bikin roti, beberes rumah, diskusi receh, diskusi negara, nostalgia jaman dulu, bicara masa depan, cerita sahabat nabi, cerita kuliah, ngajarin mereka aplikasi baru, apapun. Sempat perasaan bosan datang menyelinap, tapi segera aku buang jauh-jauh, karena -betul kata Pak Gojek tadi- aku nggak mau menyesal seumur hidup. 
Dunia nggak akan kemana-mana, nggak usah dikejer. Ridho, doa, dan surgaku ada di mereka berdua. 
Terimakasih sudah mengingatkan, sekaligus menguatkan Pak Gojek! 

Sunday, July 30, 2017

Ternyata Minggu Lalu Kusebahagia Itu...



Tulisan ini dibuat di note HP yang aku tulis di kamar mandi hotel Hari Sabtu sebelum ke resepsi Kiti - Topan. Ternyata kumpul di tengah-tengah teman bisa mendorong aku menulis sespontan itu, dan sebahagia itu. Begini isi note nya :

Pagi ini, bangun di antara teman-teman baikmu adalah kebahagiaan yang nggak bisa terbayarkan dengan apapun. Rasanya aman, tenang, excited dan hangat. Tidur di tengah mereka ngobrol dan ketawa juga perasaan yang nikmatnya tiada dua. Tiba-tiba lupa sama perasaan sepi yang seringkali datang setiap mau tidur. 
Perasaan dan moment kaya gini yang kita sering lupa buat disyukuri banyak-banyak. Meskipun hidup jungkir balik dan seringkali menguji kita habis-habisan, tapi percaya deh, kalo kamu tau kamu punya teman yang tau baik burukmu, rasanya hidup ini masih baik-baik saja.
Terimakasih ya Allah sudah mengirimkan teman-teman rasa saudara yang tau moment labilku dari masuk SMP sampai sekarang waktu kita mau meraba-raba kehidupan yang lebih kompleks. Terimakasih sudah mempertemukan aku dengan mereka. Terimakasih sudah membuat langkah-langkah dan hati mereka mudah untuk terus bersilaturahmi. Semoga hubungan pertemanan rasa saudara ini bisa terus berlanjut sampai aku tua nanti. Karena kamu akan selalu butuh dan dibutuhkan temanmu di umur berapapun dalam hidupmu. Alhamdulillaah..




Friday, June 16, 2017

LIFE UPDATE

Hai, ini tanggal 15 Juni kan? Besok lusa, aku 25 tahun. Sangat mendebarkan. Aku hampir selalu nervous berlebih setiap mendekati tanggal ulang tahun. Moment-moment flashback dalam hidupku seringnya datang satu persatu. Semakin dijinakkan, semakin liar kemana-mana. Apalagi ini angka istimewa. 25 tahun.

Can you imagine? 25 tahun aku hidup di bumi ini. 25 tahun!! 1/4 abad. Subhanallah!

5 tahun yang lalu, waktu masih umur 20, aku membayangkan 25 tahun itu too far-far away. Bakal dateng sih, tapi kaya masih lamaa banget. Eh tiba-tiba uda kurang dua hari aja.

Dari kemarin, aku uda buat list pengen buat tulisan A, B, C. But i dont know, its hard for me to write and choose the topic i wanna share in this blog. Yang personal, tapi tetap nggak terlalu dalam. Tiba-tiba malam ini, sehabis teraweh aku ada niatan buat bikin lasagna sama Mama buat menyambut adik-adikku yang akan sampe rumah jam 1 malem nanti. Tapi rupanya Mama capek banget dan pengen cepet tidur. So here i am, seduh kopi, buka laptop, liat film Lion yang uda lama banget pengen aku tonton dan selalu gagal karena aku takut mellow mendadak.

Di tengah liat film ini, tiba-tiba aku tau satu hal yang harus aku syukuri setiap detiknya. Keluarga.

Aku bersyukur banget lahir di keluarga yang hangat. Mama dan Baba dengan perannya masing-masing yang selalu support dan membesarkan hatiku dari aku kecil. Adik-adik yang selalu mampu membawa rasa nyaman dan hangat waktu kumpul meskipun cuma setahun dua kali. Keluarga besar Mama dan Baba yang juga bawa dinamika sendiri yang memaksa aku untuk berkompromi dengan banyak hal sedari kecil.

Dengan keluarga yang hangat seperti ini, meskipun ini rumah kedelapan yang ditempati keluargaku, aku tidak pernah perlu waktu yang lebih lama untuk adaptasi di tempat baru. Dimanapun keluargaku ada, dimanapun Mamaku stay, disitu rumahku. Nggak peduli fisiknya berubah, kotanya berubah, aku selalu merasa bersyukur bisa berada di tengah-tengah keluargaku.

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.

Wednesday, May 17, 2017

QUOTE OF THE DAY

It doesn't matter what others are doing. It matters what you are doing. 


Selama kamu uda usaha maksimal, meskipun itu terlihat nggak sekeras orang lain, percayalah semua orang punya proses sendiri-sendiri. Jangan ngerasa rendah diri karena terlihat tidak berupaya sekeras orang lain. Fokus ke dirimu sendiri aja, Han. 

Habis sugesti ini, terus kirim Whatsapp ke Mama, minta doa, dan bilang kalo aku semangat dan tawakkal. Nah, ini baru anak Mama - balesan Mama di Whatsapp tadi pagi. Singkat, tapi sejuta makna. Makasih Ma. 

Sunday, May 14, 2017

It's Getting Hard



Semester dua kurang beberapa minggu lagi dan semakin nervous tak terperih. Semakin deg-degan, semakin takut dan seharusnya semakin sering bersandar ke Allah, pasrah ke Pemilik Kehidupan. Ya Allah, baik buruknya, aku serahkan semuanya kepadaMu. Engkau Maha Segalanya, yang tau mana yang terbaik untuk HambaMu ini. Aku pasrah, aku pasrah...

Sunday, April 30, 2017

Maybe I Need My SLR Again?


Saya dulu menabung habis-habisan untuk membeli kamera SLR di akhir SMA. Sekarang, saya merasa malu membawa SLR dan ingin punya kamera mirorless. See? Manusia memang nggak ada puasnya.

Padahal kalo diraba-raba lebih dalam ke lubuk hati, rasa untuk terus mengambil gambar bagus, mengabadikan sesuatu tidak pernah hilang sedikitpun. Tapi terus menerus didesak dengan keiginan-keinginan yang lain. Semacam ditekan habis-habisan, dipinggirkan, tidak diberi ruang dan kesempatan untuk tumbuh. Setiap ada keinginan untuk hunting foto, dengan mudahnya keinginan itu saya hilangkan dengan seribu alasan yang saya buat sendiri.

Pertama, buat apa Han? Stock foto banyakmu itu mau diapakan? Kamu belum bisa mengorganisirnya dengan baik. Buat postingan blog aja sukanya comot dari pinterest.

Kedua, itu berat Han. Kamu nanti capek. Ada banyak hal lain kan yang harus kamu selesein?

Ketiga, kamu butuh berapa lama dan mau kemana hunting fotonya?

Keempat, kenapa nggak main aman seperti sebelumnya, foto flatlay, foto barang-barang di kamar dan di rumah? Kenapa sekarang kamu pengen outdoor?

Kelima, teknik fotomu gitu-gitu aja. Sukanya main aman, nggak mau coba teknik-teknik sulit yang belum kamu bisa. Ilmu foto-fotoanmu gitu-gitu aja. Malu!

Beberapa minggu ini, saya rindu dengan kamera SLR itu. Ada beberapa skenario foto yang coba saya putar terus di kepala saya. Mungkinkah saya kembali main SLR lagi? Hmm, we will see. Btw untuk post ini, tetep aja ujung-ujungnya foto ambil dari pinterest. Oh life.

Thursday, March 23, 2017

Captain Fantastic, I am Amazed


Tadi malam, saya ada waktu untuk sedikit bernafas. Dan saya memanfaatkannya buat liat film. Search random di IMDB, dan kemudian memutuskan streaming online film Captain Fantastic. Im happy because i decided to watch this film.

This film was so great i think. It makes me think about how crucial the effect of  parenting in your life. Bagaimana pengasuhan orang tua, it shape your life. And i don't know, somehow i want to be a  mom who teach my children how to life, saya ingin jadi orang tua yang bisa ngasih bekal anak-anak untuk bisa survive hidup di jamannya nanti. Bukan jadi orang tua yang memastikan bahwa masa depan anaknya akan baik-baik saja. Karena kita punya limit dalam hidup ini. Kita akan terpisah jarak, terpisah jaman, terpisah waktu, dan terpisah karena hal-hal lain yang memang tidak bisa kita pastikan. Dunia kita akan sangat berbeda dengan dunia mereka. Yang bisa kita lakukan hanya memberi bekal sebanyak-banyaknya, agar ia siap menghadapi dunianya sendiri nanti.

Orang tua juga sebaik-baiknya guru. Jangan cuma berhenti difungsi orang tua untuk pengasuhan. Orang tua harus mampu jadi role model, jadi guru, jadi tempat bertanya apa saja, dan bisa menempatkan diri untuk situasi apapun saat berhadapan dengan anaknya.

Dan satu lagi, saya ingin suatu hari nanti, semua makanan minuman yang saya makan, baju yang saya pakai, aksesoris, sepatu, dan lainnya, benar-benar saya lakukan sendiri prosesnya, dari hulu sampai hilir. Saya ingin menanam banyak tanaman untuk sumber makanan, budidaya ayam, dan hewan lainnya, membuat baju dan aksesoris saya sendiri.

Dan sebenarnya tantangannya adalah, bagaimana dengan pola hidup yang sudah kita atur sedemikian rupa, kita tetap bisa jadi bagian dari masyarakat luas. Tidak lantas memisahkan diri, karena kita merasa jalan pikir dan prinsip hidup kita beda. Maka, pintar-pintar menyeimbangkan antar keduanya adalah solusinya.

This film is worth to watch. Family is everything. Do watch, please.

Saturday, March 18, 2017

My Open Letter for Baba..

Dear Baba, my lovely father....

Terimakasih sudah menunjukkan secara nyata bagaimana hidup di dunia ini dengan sederhana. Terimakasih sudah percaya sama aku. Terimakasih sudah percaya sama aku dengan segala kekuranganku. Modal kepercayaanmu itu yang berhasil membawaku sampai di titik ini.

Mungkin sebagai anak dan ayah, hubungan kita tidak sedekat anak dan ayah lainnya. Tapi aku selalu menghormati dan menghargaimu atas apapun yang Baba perbuat. Setiap kita traveling bareng naik kereta api, percayalah itu salah satu moment yang paling membahagiakan dalam hidupku. Aku membaca banyak hal, aku ingin tau banyak hal, aku menjadi peka dengan lingkungan, karena aku kagum dengan jalan pikirmu, Ba. Aku semenjak kecil bercita-cita ingin bisa bercerita tentang banyak hal, mulai dari jadwal kereta api, arah kereta api, pepohonan di sepanjang jalan, dan banyak hal lainnya karena aku melihatmu sangat istimewa dalam hal itu. Aku ingin tumbuh sepertimu, tau banyak hal, tau dunia lebih luas, tidak terkukung di dalam satu kotak saja.

Mungkin sampai sekarang ada banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa Engkau sebagai Ayah yang terlihat cukup keras, membolehkanku untuk hijrah ke kota orang semenjak SMP, kuliah pun di kota orang, dan sekarang lanjut S2 di kota orang juga. Tapi modal kepercayaanmu yang selama ini berusaha aku jaga itulah yang menguatkan langkah-langkahku. Akan ada banyak orang yang meskipun aku jelaskan berkali-kali tidak akan mengerti, tapi aku belajar banyak bahwa seorang anak hanya butuh untuk dipercaya. Aku bersyukur setiap hari karena aku menjadi anak Baba yang memberi kepercayaan penuh buat anak-anaknya.

Terimakasih sudah menunjukkan dengan nyata bahwa hidup ini akan sangat indah kalau kita bisa bermanfaat untuk sesama. Bahwa uang bukan segala-galanya. Terimakasih sudah selalu jadi reminder nyata, tanpa kata-kata untuk selalu menjaga jangan sampai terlena dengan gaya hidup dan dunia. Baba yang selalu mementingkan orang lain ketika uang sedang pas-pasan, yang percaya penuh sama rezeki Allah. Aku pun diam-diam menjadi seperti itu. Aku tidak takut besok pagi akan makan apa, karena aku percaya selama aku bergerak, Allah sudah menjamin rezekiku. Terimakasih sudah memberi contoh ketika sedih, atau banyak pikiran, sedekah dan menolong orang lain adalah cara paling ampuh untuk mengusir semua itu.

Terimakasih Ba, atas segala pengorbanannya sampai aku dan adek-adekku bisa tetap mendapat pendidikan terbaik, hidup yang layak, keluarga yang hangat, sampai sekarang ini. Terimakasih sudah berjuang jungkir balik untuk itu. Suatu saat nanti gantian aku dan adek-adek yang akan jungkir balik mewujudkan semua keinginan Baba dan Mama.

Ba, terimakasih sudah menunjukkan bahwa sampai kapanpun, surga itu ada di bawah kaki Ibu. Cara Baba menghormati dan melayani Jidda akan menjadi contoh sampai kapanpun, bahwa ridho Ibu adalah segalanya, ridho orang tua adalah segalanya. Akan aku ingat baik-baik saat merawat Baba dan Mama nanti.

Terimakasih atas ucapan-ucapan tersirat yang selama ini masih berusaha aku maknai, karena Baba tidak pernah mengucapkan apapun secara langsung. Tapi aku tau hati Baba sungguh lembut, aku melihat beberapa kali Baba menangis saat Hale Umi dan Umik meninggal.

Saat wisuda S1 dengan nilai seperti itu, aku ingin mendengar ucapan langsung dari Baba, apakah Baba bangga sama aku. Hari itu aku tidak mendapatkannya langsung, tapi saat di mobil pulang, di lampu merah, Baba membuka jendela, memberi uang kepada pengemis sambil bilang, "Biar mereka ngerasa seneng juga, nggak cuma Baba yang seneng.." dan its enough. Kalimat itu aku maknai dengan berbagai macam daya dan upaya sampai detik ini. Baba tau, semua yang aku lakukan sejak TK, SD, SMP, SMA, S1 sampai sekarang adalah tidak lain tidak bukan, untuk membuat Baba bangga. Aku tau Baba sempet kerja di ranah penerbitan, aku pun memberanikan diri sejak SMP menjadi ketua agenda, dan waktu itu gagal. Sebenernya aku syukuri gagal itu, karena aku jadi punya topik pembicaraan sama Baba. Waktu SMA, aku berani jadi ketua agenda lagi, dan berhasil. Tapi pengakuan itu tampaknya masih belum bisa aku dapatkan. Tapi nggak papa Ba, dengan sikapmu yang seperti itu aku terus memacu diriku buat lebih baik lagi. Terimakasih sudah menjadi Baba yang tidak mudah memuji, itu menjadikan diriku sekarang, yang tidak mudah puas dan terus berusaha yang terbaik selagi ada kesempatan.

Seminggu lagi Baba ulang tahun yang ke 58. Aku tidak menyangka umur Baba sudah sebanyak itu. Rasanya aku sedih karena tidak banyak meluangkan waktu untuk terus ngobrol dan bertanya banyak hal ke Baba. Setiap ulang tahun Baba, aku sering kali lupa, atau ingat ketika tanggalnya sudah lewat. Baba pun tidak pernah hafal ulang tahun Baba sendiri. Baba tidak mementingkan semua selebrasi ulang tahun, i know. Tapi rasanya berdosa sekali kalau tahun ini, ketika aku ingat dari jauh-jauh hari, aku tidak mengucapkan terimakasih atas segala pengorbanan Baba selama ini. Maafkan aku yang masih jauh dari sosok anak yang membanggakan. Maafkan aku yang mungkin belum bisa jadi kakak yang baik buat Sami dan Bika. Maafkan aku yang masih sering minta uang bulanan ke Baba.

Terimakasih, Baba sudah mau lebih banyak mendengarkan aku beberapa tahun terakhir ini. Terimakasih, Baba sudah mulai terlatih untuk mengucapkan dua kata ajaib, maaf dan terimakasih di awal dan akhir telepon atau SMS. Terimakasih karena telah percaya sama aku buat bantu pekerjaannya Baba. Terimakasih sudah menasehati tanpa kata-kata yang panjang lebar. Mengingatkan dengan cerita-cerita Nabi dan sahabatnya. Dengan ayat Al-Quran, dengan hadits. Im really proud of you..  Kagum sama cara Baba berbicara, jalan pikirannya Baba, cara Baba menghapal sesuatu, semangat Baba untuk terus membaca dan belajar, semangatnya Baba buat terus bantu orang, semangatnya Baba untuk terus menjunjung tinggi Islam dengan cara Baba sendiri. Terimakasih sudah menjadi role model dalam hidupku. Semoga Baba terus semangat memperjuangkan apapun yang Baba yakini benar. Semoga Baba selalu diberi kesehatan, di bawah lindungan Allah..

Suatu saat nanti, boleh lah kita menaikkan level dari berbicara panjang lebar di kereta api, menjadi berbicara panjang lebar di pesawat ke negara-negara lain yang selama ini belum kita kunjungi. Mungkin nanti di pesawat itu, giliran aku yang akan bercerita banyak hal, mulai dari keadaan negara ini, sampai bentuk awan yang kita jumpai di jendela pesawat. Tapi kalaupun tidak, aku anak kecilmu ini, akan sampai kapanpun tetap senang traveling kemanapun dengan kereta api, dengan jendela yang besar, sawah yang terhampar, dan kita mulai membicarakan banyak hal. Terimakasih Ya Allah sudah memilihkan Baba untuk jadi Babaku.


Ba, aku nggak akan kasih surat ini langsung ke Baba. Aku malu. Tapi suatu saat nanti kalau Baba kebetulan baca, percayalah sampai kapanpun aku menyayangi Baba, hormat sama Baba dan kagum dengan apapun yang sudah Baba lakukan. Kalau sewaktu-waktu Baba butuh suntikan semangat, Baba bisa baca surat ini lagi, karena aku adalah pendukung pertamamu.


Your daughter,


Raihanah



Sunday, March 5, 2017

HOW PROFESSIONAL ARE YOU?

Saya banyak berpikir mengenai hal ini beberapa hari terakhir. Saya mengamati dan mendengar banyak cerita dari orang-orang sekitar saya tentang masalah ini. Semakin profesional seseorang, ia akan memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya, tanpa memperdulikan siapa orang itu, bagaimana kedudukannya dalam masyarakat, apa pekerjaannya, apa agamanya. Semakin profesional seseorang dengan background pekerjaan apapun, ia akan berupaya bagaimana dengan kehadirannya ada orang lain yang merasa terbantu, bagaimana ia bisa memberi manfaat sekecil apapun itu.

Saya mulai berpikir tentang hal ini karena curhatan Mama beberapa malam terakhir. Rekan kerjanya ada yang bisa dikategorikan profesional dan sebaliknya hanya dengan cara ia memperlakukan orang lain. Menurut saya dan Mama, tingkat profesional seseorang tidak harus terlihat ketika ia memimpin, tidak juga saat ia menduduki suatu posisi penting, atau dalam keadaan ekonomi yang berkecukupan. Satpam perumahan, petugas sampah pun juga ada yang profesional dan ada yang tidak. Dalam hal ini terkadang kita salah memahami, salah memberi persepsi.

Kita melihat tingkat profesional seseorang seiring dengan posisinya, apa pekerjaannya, bagaimana keadaan ekonominya. Padahal itu kriteria yang semu, yang bisa kapan saja hilang dari orang itu. Banyak sekali orang dengan ekonomi berlebih, memimpin suatu perusahaan besar, atau punya kedudukan yang tinggi, tapi tidak terlihat sikap profesionalnya sama sekali. Tapi ada juga dengan keadaan yang sama, memiliki sikap profesional yang membuat banyak orang kagum. Seperti keadaan yang saya alami beberapa waktu lalu. Saya sedang ada di suatu mall. Saya melihat bapak-bapak dengan tampilan sangat rapi, layaknya bos besar. Saat akan keluar dari sebuah kedai kopi, ia tidak segan membukakan dan menahan pintunya untuk segerombolan anak-anak ABG yang mau masuk, dan tetap tersenyum ramah. Menurut saya, bapak itu bisa dikategorikan profesional karena beliau tidak segan melakukan hal yang remeh temeh untuk orang lain yang tidak memiliki kepentingan dengannya. Ia mau melayani. Dan inisiatif untuk melayani, membantu orang lain, tanpa ada kepentingan dibaliknya cukup susah ditemui di jaman sekarang ini.

Semakin tinggi posisi kita, semakin tinggi ilmu kita, semakin baik ekonomi kita, seringnya kita lupa bagaimana caranya melihat manusia lain sejajar dengan kita. Kita terbiasa melihat orang lain dengan anggapan bahwa ia berada jauh di bawah dan merekalah yang harus melayani kita.  Di sisi lain, kita tetap merasa profesional karena posisi dan hasil kerja kita,  lupa kalau profesional itu tidak terbatas ruang dan waktu.

Monday, February 27, 2017

TRY TO MEET YOUR OWN EXPECTATION : THE IDEAL WEEK

 from here


Bagaimana sih seminggu ideal versimu? Bagaimana kamu memulai hari? Bagaimana senin nya? Bagaimana weekend nya? Pasti punya bayangan kan? Saya pun.

Di awal minggu seperti ini, biasanya Minggu malam Senin, atau Senin pagi seperti ini. Saya punya segudang expectation bagaimana minggu ini akan saya jalani. Tapi seringnya, harapan hanya menjadi harapan. Saat menjalaninya, adaa saja hal-hal kecil yang akhirnya minggu itu saya merasa nggak bisa maksimal, atau saya merasa seharusnya saya bisa lebih produktif dari itu. 

Selalu seperti itu, minggu demi minggu, hari demi hari. Sampai rasanya saya malu sama diri sendiri. Saya malu menjanjikan hal-hal yang nggak bisa saya penuhi ke diri saya sendiri. Akhirnya saya merasa malas mau melakukan sesuatu. Aduh, pokoknya menjalar ke banyak hal. 

Sampai ide ini tiba tadi malam sebelum tidur. Bagaimana sih minggu yang ideal menurut saya? Mengapa nggak coba didetailkan satu persatu, kemudian berusaha sekuat tenaga buat memenuhi itu semua? Sesusah apa sih "seminggu ideal" yang saya punya? Mungkin kalau saya tulis di blog, dan memberi tantangan ke diri saya sendiri, yang bisa dibaca oleh banyak orang, saya berhasil memenuhi versi "seminggu ideal" ala saya. 

Let's try! Tapi sebelumnya, saya akan breakdown satu persatu, kira-kira apa saja kriterianya. Pertama, kualiatas ibadah. Saya akan merasa sangat nyaman kalau minggu itu saya bisa sholat tepat waktu, menjalankan sholat sunnah, dan mengaji rutin. Saya menyempatkan waktu untuk dzikir dan berdoa setelah sholat juga akan membuat pikiran lebih tenang. Kedua, saya tidak tidur lagi setelah shubuh, dan produktif di sela waktu setelah sholat sampai ke kampus. Ketiga, saya buat list mingguan, task apa saja yang harus saya selesaikan minggu ini di evernote, dan mencentang hampir sebagian besar dari task itu di akhir minggu. Keempat, kamar saya senantiasa bersih, nggak ada semut, dan rapih. Kelima, saya olahraga minimal sejam sehari. Hal ini bisa terwujud kalau saya nggak order ojek online buat ke kampus, atau naik bis kuning sekali (pergi atau pulangnya saja), selebihnya saya jalan kaki, kemudian dilanjut yoga kurang lebih 10 menit di kamar. Keenam, tugas-tugas kampus bisa diselesaikan dengan baik, saya punya bahan untuk diskusi dengan dosen di kelas, saya nggak "in rush" sampai kampus. Catatan lengkap dan rapih. Keetujuh, saya makan sayur setiap hari, dan nggak konsumsi kafein setiap malem. Maksimal konsumsi kopi seminggu 2x. Kedelapan, saya tidur nggak lebih dari jam 11 malam. Kualitas tidur maksimal. 

Banyak ya kalo breakdown seperti di atas. Ideal versi saya tampaknya susah sekali ya.. Apa saya harus menurunkan standart? Okelah, mungkin iya. Tapi untuk uji coba try to meet your own expectation versi pertama ini, ijinkanlah saya untuk berjuang memenuhi standart yang sudah saya tetapkan agar bisa mewujudkan minggu ideal versi saya sendiri. Let's try!

Monday, February 20, 2017

YOU REALLY NEED SLEEP


Saya pernah tertidur saat menyetir motor beberapa tahun lalu. Benar-benar tertidur beberapa detik, kemudian bangun karena denger klakson mobil yang bukan ditujukan buat saya. Motor saya tetap jalan di tengah jalan yang memang agak lenggang pagi itu. Nggak berubah haluan tiba-tiba mau masuk ke selokan misalnya. Jadi kalau klakson mobil itu nggak berbunyi, mungkin saya bisa tidur lebih lama lagi sambil nyetir motor.

Beberapa hari terakhir ini saya konsisten tidur di atas jam 2 malam. Kemudian bangun sebentar untuk sholat, dan tidur lelap lagi sampai tergopoh-gopoh mengejar kelas pagi.

Di tulisan ini saya mau cerita, ternyata setelah 4 hari dengan pola seperti itu, saya menyadari bahwa tidur yang nggak berkualitas bukan cuma jadi penyebab ngantuk di pagi hari. Tapi ada banyak sekali hal lain di luar itu.

Mood. Ya Allah, mood saya jungkir balik sekali. Rasanya seperti PMS, atau lebih parah dari PMS, padahal nggak lagi di tanggal PMS. Saya jadi lebih cepat bereaksi atas hal-hal kecil yang seharusnya bisa saya cuekin aja. Terus perasaan exhausted, atau capek berlebihan. Bukan ngantuk ya, cuma rasanya capek terus. Nggak semangat mau ngapa-ngapain. Rasanya pengen terus-terusan "do nothing" dan menghabiskan hari sama hal-hal yang nggak penting. Ya mager gitu. Keinginan buat makan dan makan terus meningkat. Dikit-dikit laper. Aduh komplit banget ya efek dari nggak tidur berkualitas. Udah baper, eh dikit-dikit laper hehe.

Terus yang lebih parah, saya seperti punya "excuse" buat nggak ngelakuin apa-apa saja yang harus saya lakukan hari itu karena "kekurangan jam tidur". Too bad. Tapi setiap dipaksa tidur tetep nggak bisa, sampai akhirnya tidur di atas jam 2 lagi. Soo sad.

Dulu saya nggak pernah ngerti kenapa orang yang punya niat buat diet harus punya tidur yang cukup. Ternyata saya baru sadar akhir-akhir ini bahayanya. Nafsu makannya nggak terkontrol, mau punya pikiran positif yang bisa dia pakai buat suggest diri kalo diet ini bakal ada efeknya dan berhasil juga pasti susah.

Tapi sedihnya, saya merasa sangat produktif di atas jam 11 malam. Pekerjaan yang numpuk bisa terurai satu demi satu. Tapi ya itu tadi, saya jungkir balik nyiasatinnya. Any suggest or advice for me?


Sunday, February 12, 2017

YOU NEED TO CALL YOUR FRIENDS...



Weekend ini saya stay di kosan nggak keluar kemana-kemana. Kecuali ke minimarket dan warung padang buat beli makanan. Niat saya rupanya didukung semesta. Hujan terus turun, paling disela jeda cuma beberapa jam, kemudian deras lagi.

Selain ada beberapa tugas yang harus saya selesaikan, saya merasa ada yang kosong dan harus saya isi. Saya rindu teman-teman saya. Saya rindu ngobrol panjang lebar. Saya rindu didengarkan, dan mendengarkan. Saya rindu tertawa karena hal-hal bodoh. Saya ingin diyakinkan kalau proses yang saya pilih ini benar adanya. Saya ingin dikuatkan sebelum minggu-minggu berat akan datang.

Saya telpon dua teman dekat saya weekend ini. Dan rasanya menyenangkan, membuat ringan, dan membuat tidur lebih nyeyak. Sebenarnya, saya lebih menikmati suprise call. Saya meneleponnya tanpa janjian, atau chat sebelumnya. Langsung aja telpon. Meskipun ada resiko nggak diangkat, atau diangkat tapi dia lagi sibuk. Tapi itu menunjukkan kalau saya memang kangen atau saya nggak perlu punya alasan khusus buat menelepon. Saya butuh ngobrol sama dia tanpa alasan khusus.

Tapi untuk dua telepon weekend ini, saya harus membuat janji dulu. Nggak harus sih. Tapi saya memang chat terlebih dulu beberapa hari sebelumnya. Meskipun begitu, saya tetap bisa menjadi diri saya sendiri, saya tetap merasa mengobrol dengan teman saya sedekat dulu. Rasanya tidak ada yang berubah. Saya merasa tidak berjuang sendirian. Saya merasa yang sedang berproses tidak hanya saya sendiri. Kami mengobrol banyak hal, mulai dari kuliah saya, jodoh-jodohan, sampai keluarga.

Saya berhasil cerita ketakutan saya, ide-ide liar saya, pandangan saya tentang politik, tentang hidup, tentang dunia, tanpa merasa terhakimi, atau harus melakukan pembuktian apa-apa. Saya di debat, dan saya mengaku pendapatnya jauh lebih rasional. Saya dinasehati macam-macam, dan saya juga panjang lebar menasehatinya macam-macam. Rasanya tiba-tiba semua menjadi ringan dan menyenangkan.

Dunia ini sangat kejam ketika kamu merasa harus berjuang sendirian. Tapi kalau kamu sadar ada orang lain yang sedang berjuang juga, berproses juga, rasanya dunia nggak jadi sekejam sebelumnya. Apalagi di usia saya dan teman-teman saya yang sedang rawan seperti ini. Rasanya lemah sekali kalau tidak saling menguatkan. Jangan gengsi atau jangan terlalu pikir panjang buat telepon teman lamamu. Mereka juga butuh buat ditelepon, bahkan mungkin sudah menunggu lama teleponmu.

Tuesday, February 7, 2017

THE HARD PART : SEARCHING MOTIVATION

I remember, waktu itu saya pernah ngerasa aneh karena terus menerus baca tulisan tentang "how to life better" atau liat youtube tentang "morning routine" dan ngerasa dapet semangat lagi habis baca atau liat video itu. Saya nggak suka (atau lebih tepatnya, belum bisa suka) drama korea, atau hal-hal berbau korea lainnya yang bikin candu. Jadi kalau ada temen yang komentar kok sempet banget ngeliat youtube tentang rutinitas orang-orang, saya juga sama herannya, kok mereka sempet dan mau banget nungguin episode drama korea tiap minggunya sampai begadang.

Sampai saya melihat video ini :



Lucu ya, saya waktu itu ngerasa "Oh jadi selama ini saya ngeliat video itu atau baca-baca tulisan itu karena saya berusaha cari sumber motivasi, saya berusaha menyemangati diri sendiri. Dan let me tell you, its the hard part of your life. Jungkir balik cari hal-hal yang terus-terusan bikin kamu semangat ngejer deadline, ngejer target, ngejer mimpi, ngejer apapun yang kamu yakini. Semangat itu harus kita sendiri yang aktif nyari, nggak mungkin ada orang yang akan terus menerus nyemangatin kita pagi-siang-malem. Dan meskipun ada, kadang rasanya beda sama semangat yang kita dapet dari hasil pencarian kita.

Waktu mulai semester kaya sekarang ini, kadang pikiran bisa stuck. Bawaannya pengen review dan review lagi, "why im here?" atau "what im looking for?" perasaan kaya gitu bisa banget buat hari tiba-tiba kelabu. Bawaannya pengen ngeringkuk terus di dalem selimut. Apalagi buat saya pribadi, semester dua ini terlihat berat sekali. Sampai-sampai di awal semester kemarin kita dibekali semacam pelatihan 3 hari berturut-turut yang tujuannya sebagai tabungan memori kalau nanti kita merasa nggak mampu menyelesaikan semester ini, atau kalau kita dirundung emosi-emosi gelap yang selalu mendorong kita buat nyerah aja.

And, I'm here now. Nulis blog lagi. Berusaha menuhin komitmen buat terus tetep nulis apapun yang terjadi semester ini. Dan sepertinya ini sumber motivasi yang besar banget. Saya bercakap-cakap dengan diri saya sendiri. All is well, Han. Semua akan baik-baik saja. Kamu pernah melewati yang lebih berat dari ini. Kalau nanti kamu ngerasa suntikan semangatnya habis, ya nggak usah merasa bersalah banget, itu wajar. Cepet-cepet cari sumber semangat yang baru. Selama ini kamu sudah sering melakukan itu. Just do your best. :)

Sunday, January 22, 2017

Thankyou, Eddie Eagle & Cal Newport


Haaaaaaaaaaai! (please read it like when you met your old friends after years)....

Saya hidup sibuk cari inspirasi. Baca artikel yang berkeliaran, liat vlog vlog nggak mutu, baca buku, dengerin podcast. Apapun. Yang penting saya memberi makan otak saya dengan suatu informasi.

Oke, its bullshit. Saya keseringan mager. Males gerak. Itu intinya. Saya mencari pembenaran atas "kemageran" saya, mencari alasan untuk "tidak segera menyelesaikan sesuatu", apalagi musim liburan kaya gini.

Oh oke. Life update, saya selamat dari semester 1 magister profesi psikologi UI. Saya berhasil melewatinya. Yeeeiy Alhamdulillaaah! Dan sedihnya, ada banyak moment yang seharusnya saya "kristalkan" dalam bentuk tulisan tapi selalu luput karena sejuta alasan.

Alasan nggak nulis selama ini : sibuk jungkir balik sama kuliah. (itu waktu kuliah). Mager, nggak ada internet (itu waktu liburan). So sad ya, hahaha.

You know, its kind of my own define mechanism. Mencari pembenaran, cari yang paling enak dan tidak perlu bersusah payah.

Sekuat apapun saya meyakinkan diri saya kalo "Its oke Han, nggak usa nulis blog nggak papa". Tapi semakin besar rasa bersalah dan sedih yang saya rasakan. Meletup-letup dapet ide, mau nulis sekarang, buka stok foto ada yang pas, eh tapi waktu buka blogspot dan layout blog masih "acak adul" jadi mundur perlahan. Idenya jadi ditidurkan dulu, diskip. Sampe seringnya masuk mimpi karena ternyata masih terus berdesing di alam bawah sadar saya.

Akhirnya, beberapa hari sebelum liburan ini berakhir dan semester dua datang, saya baca buku lama judulnya "Dont Follow Your Passion" karangannya Cal Newport. Saya seperti ditampar berkali-kali. Lucu ya, buku yang sama, tulisan yang sama, tapi waktu dibaca lagi menimbulkan efek yang beda. Mungkin itu salah satu tanda bahwa kita sebagai manusia selalu tumbuh. Apa saja yang membuat saya merasa tertampar dan ingin segera menulis lagi? Oke, akan saya buat post sendiri yang khusus bahas buku ini ya. Semoga segera tertulis.

Dan pagi ini, setelah otak panas habis baca buku itu, saya lihat HBO premium dan ada film yang baru dimulai. Kebiasaan saya, waktu search channel, ada film yang saya suka tapi sudah tengah-tengah, atau kelewat dikit aja, saya males buat lanjut nonton. Dan sebaliknya, waktu ada film yang saya nggak tau dan ga pernah denger judulnya, tapi waktu itu pas baru banget mulai, saya bisa duduk di depan TV sampe film itu selesai hehe. Dan, film itu adalah Eddie Eagle.

OMG, you must saw this film! Its amazing. Cerita tentang susah payahnya Eddie sampai ikut olimpiade, dan film ini terinspirasi dari kisah nyata. I cried. Saya merasa payah sekali. Apa-apa nyerah. Apa-apa selalu cari cara pintas dan gampangnya. Saya menyepelekan kekuatan diri saya sendiri dan berlama-lama dengan self thought yang ujung-ujungnya membuat saya nggak produktif sama sekali. So sad!

Setelah film itu selesai, saya buka laptop, search template, dan meniatkan diri untuk nulis blog lagi. Dan viola, akhirnya postingan ini terbit juga. Sambil bersyukur, terimakasih ya Allah sudah menitipkan inspirasi dan semangat dari buku dan film yang baru saja saya konsumsi. Doa saya terjawab lewat dua hal itu.

Btw, my simple yet beautiful template i got for free from Designblissfeast. Thank you Sadaf!
< > Home
Powered by Blogger.
Passion Journal © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.