Sunday, February 28, 2016

Something Wrong With Me?

Kalau ngerasa nafas terasa sangat berat itu tandanya kenapa ya? Saya beberapa hari ini tiap malam merasa sulit sekali bernafas. Rasanya udara yang saya hirup nggak bisa masuk sampai dalam. Pendek-pendek. Tergesa-gesa. 

Saya sulit sekali tidur nyeyak. Sedikit-sedikit kebangun, merasa pengap. Trus ke dapur buat minum dan cuci muka. Saya harus menumpuk beberapa bantal agar saya lebih bisa leluasa bernafas. Nggak bisa tidur pakai selimut andalan karena terasa berat dan tambah nggak bisa nafas, akhirnya saya pilih selimutan pakai sarung dan mulai banyak-banyak baca istighfar sampai tertidur.

Kamu pernah ngerasa gini juga nggak?

Saya sudah berkomitmen buat membantu menguraikan masalah yang cukup rumit untuk sebuah yayasan dari minggu kemarin. Ini murni saya lakukan cuma-cuma karena saya merasa punya tugas untuk itu. Ada beban moril dan janji dengan almarhumah nenek saya. Dan terlebih karena perasaan sayang yang begitu besar dengan kakek yang tidak pernah saya jumpai tapi selalu terasa dekat karena cerita-cerita dari Mama. 

Saya pun anggap ini latihan serius saya yang pertama untuk menjadi konsultan organisasi di kemudian hari. 

Saya suka sekali hal-hal yang menghidupkan sebuah harapan. Membantu membenahi sistem dari sebuah organisasi, menata kembali manajemennya, dan merubah apa yang perlu dirubah adalah bentuk ikhtiar untuk memunculkan harapan itu. Saya selalu merasa bahagia dan cukup, saat melihat orang memiliki secercah harapan di matanya saat kami berdiskusi, saya sangat ketagihan melihat pupil mata lawan bicara saya membesar tanda ia menemukan harapan lagi.

Tapi saya sadar, ini bukan hal yang mudah. Saya mendapat banyak sekali tekanan dari berbagai pihak, dan diri saya pun. Saat pembicaraan melebar, dan tidak fokus, saya sering takut apakah ini akan berhasil atau malah semakin buruk. Saat saya sadar perubahan dibutuhkan di berbagai sudut, saya merasa kerdil lalu kebingungan, harus dimulai dari mana awalnya.

Selain masalah itu, saya sedang mempersiapkan sesuatu yang selalu saya impikan sejak diterima kuliah S1 dulu. Saya ingin jadi psikolog, dan saya harus S2.

Dan ternyata meneguhkan hati untuk masalah S2 ini bukan perkara yang mudah. Tidak bisa dipikirkan satu atau dua malam. Harus kuliah dimana, ambil peminatan apa, dan bagaimana biaya kuliah yang begitu besar ini bisa teratasi nantinya. Saya pun harus belajar banyak hal untuk persiapan tesnya, dan ini bukan hal yang mudah. Saya butuh arahan diri yang sebegitu besar dan kuat untuk mendorong saya terus dan terus belajar. 

Bisnis. Saya merasa diri saya sangat payah dan pecundang. Dan saya harus hidup hari ke hari untuk meyakinkan diri sendiri kalau saya tidak separah itu. Iya, bisnis dan ide-ide lain harus terhenti karena saya memilih untuk fokus ke S2 dulu. Saya tidak ingin salah langkah, dan menyesal dikemudian hari.
Tapi saya sangat sedih saat memutuskan untuk menutup sementara. Sangat-sangat sedih.

Saat menulis ini pun saya sedang mereka-reka, apa reaksi saya saat membaca tulisan ini setelah semua ujian ini terlewati.

Akan kah saya menangis karena merasa bangga atas pencapaian saya? Atau saya tertawa karena saya merasa sangat-sangat manusiawi untuk merasa tidak mampu dan memilih untuk menulis dengan harapan bisa mengobati segalanya?

Apapun yang sedang terjadi dan mungkin akan terjadi di kemudian hari, keep dancing Han. Karena mungkin hidup memang serumit ini, dan kamu harus bisa meliuk-liuk indah di atas semua kerumitan itu. 

Dan, jangan lupa tersenyum dan terus kembangkan sense of humor yang kamu punya, kamu akan lebih mudah mengucap syukur setelah tersenyum dan menertawakan semua kekonyolanmu. 

Alhamdulillah, masih bisa merasakan nikmat seperti ini. Nikmat menebak-nebak masa depan. 


No comments:

Post a Comment

< > Home
Powered by Blogger.
Passion Journal © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.