Tuesday, July 28, 2015

TIGA ALTERNATIF KEGIATAN UNTUK MASA ORIENTASI YANG (SEHARUSNYA) MEMBAHAGIAKAN


Pakai atribut yang aneh-aneh, berangkat ke sekolah sebelum jam 6 pagi, tidur larut malam, tugas macam-macam. Mungkin itu ritme yang sudah kita anggap biasa apabila ada yang mengeluh ribetnya MOS, atau OSPEK. Saya pribadi merasakan OSPEK yang cukup ribet dan menyiksa saat masuk kuliah kemarin. Waktu masuk SMP maupun SMA, saya tidak terlalu merasa terbeban dengan kegiatan MOSnya yang semua ditangani oleh guru, tanpa ada bantuan murid sedikitpun, hehe. Lebih ke ngantuk sih, karena lebih banyak kegiatan mendengarkan. Mulai mendengarkan seminar motivasi, ceramah, sampai sejarah sekolah saya. 

Kegiatan-kegiatan peloncoan saat MOS sebenarnya manfaatnya minim sekali. Kakak panitia berteriak tiada henti, membesarkan kesalahan kecil bahkan mencari-cari kesalahan. Kalau ditanya sebenarnya siapa yang paling merasakan manfaat dari kegiatan MOS ini, jawabannya ya kakak-kakak panitia yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapat perhatian adik kelas, demi keeksistensian diri. Wajar sih ya, umur-umur remaja dan dewasa awal memang itu salah satu tugas perkembangannya.

Tapi, jaman sudah berubah sedemikian pesatnya. Cara berkenalan dengan teman-teman satu sekolah tidak hanya terbatas saat bertemu langsung. Ada banyak sekali pilihan sosial media yang bisa dipilih. Bahkan seangkatan biasanya langsung aktif membuat group di LINE atau Facebook untuk menyebarkan informasi secara rata. Jaman sudah benar-benar berubah. Berkenalan bisa sambil tiduran di rumah. Sedangkan MOS tetap dengan pola dan bentuk kegiatan itu-itu saja. Katanya sih tujuannya untuk saling mengakrabkan teman satu angkatan, mengenal lingkungan sekolah lebih dalam, mengenalkan kehidupan baru di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Hmm, coba ditinjau lagi.

Kalau MOS hanya untuk duduk mendengarkan sejarah sekolah, mengenalkan siapa kepala sekolahnya, guru-gurunya, prestasi-prestasi yang sudah dicapai, peserta MOS akan memilih untuk mengakses semua informasi itu lewat web sekolah. Proses lebih mengenal bapak ibu guru akan berlangsung seiring dengan proses belajar-mengajar yang ada di sekolah tersebut. Mendengar seminar motivasi, atau ceramah masih bisa ditoleransi. Tapi coba benar-benar dievaluasi, apakah momentnya tepat? Apakah berefek nyata? Apa target dan tujuan tercapai?

Setiap ada kesempatan untuk jadi panitia OSPEK saat kuliah saya selalu enggan untuk daftar. Ada banyak sekali alasan. Selebihnya, saya hanya mengamati, melihat bagaimana panitia terbentuk, bagaimana rapatnya, bagaimana kegiatan-kegiatan disusun, dan tentu saja, bagaimana pelaksanaannya.

Dengan beberapa kali pengalaman sebagai koordinator sie acara, saya berusaha ikut urun memberi alternatif bentuk kegiatan MOS yang sekiranya lebih bermanfaat dari segala sisi dan lebih sesuai dengan perkembangan jaman. Oke, here we go!

1. Kegiatan Masak-Memasak

Dibuat lomba masak juga oke. Intinya peserta MOS dibagi beberapa kelompok besar di hari sebelumnya. Tema masakan bisa ditentukan bisa juga bebas dari tiap-tiap kelompok. Panitia menyiapkan peralatan pokok seperti meja untuk memasak dan kompor (bisa sewa dari tempat persewaan alat-alat untuk mendaki gunung). Peralatan lain seperti panci, piring, gelas, sendok dan bahan memasak menjadi tanggung jawab peserta. 

Kenapa harus memasak? Dalam proses memasak, ada banyak sekali yang harus disiapkan. Dengan anggota kelompok yang agak besar, pembagian tugas harus merata. Masing-masing peserta akan kebagian tugas. Mulai dari menyiapkan peralatan, cuci mencuci, proses masak mulai dari mengupas, menggoreng, menumis sampai penyajian. Ada banyak kemungkinan tiap peserta untuk saling interaksi dan mulai mengenal satu dengan lainnya. Tujuan MOS sebagai wadah untuk saling mengenal bisa sedikit banyak terbantu.

PS : Saya pernah mengonsep acara serupa untuk acara himpunan dalam rangka menyambut adik kelas. Acara ramah-tamah hari itu berjalan sangat seru, interaktif, dan berbagai pihak merasa puas, mulai dari dosen, panita, dan peserta. Senangnya!

2. Jurnal Pagi

Apa itu jurnal pagi? Em sebenernya saya dapat istilah ini dari Mama saya. Di TK nya Mama, saat anak baru datang, sekolah menyiapkan waktu 15-20 menit untuk jurnal pagi. Mereka bebas mau bercerita, corat-coret kertas, menggambar sesuatu, dan lain sebagainya. Apa sih manfaatnya? Dengan jurnal pagi, guru berusaha memahami apa yang terjadi di rumah masing-masing muridnya, bagaimana keadaan mereka pagi ini dan sebagai jembatan penghubung dan penetralisir mood anak dari rumah ke sekolah. Sehingga saat proses bermain dan kegiatan lainnya, setiap anak bisa mengikuti dengan baik dan lebih enjoy.

Nah peserta MOS memang bukan lagi anak kecil seperti anak TK. Tapi konsep jurnal pagi ini masih bisa kok diterapkan. Mengingat masa-masa MOS adalah masa-masa paling menegangkan, menakutkan, dan membuat perut sering mulas. Menghadapai lingkungan yang benar-benar baru, dengan teman baru, peraturan baru, dan semuanya itu serba abu-abu. Ada yang bilang, eh katanya kimia itu susah banget lo, atau hal-hal menggelikan seperti akan ada praktikum biologi membelah katak dan rumor-rumor lainnya. 

Selama tiga atau empat hari pelaksanaan MOS, panitia bisa mengumpulkan peserta di lapangan atau ruangan setiap pagi dan membagikan kertas yang sudah diberi stampel atau identitas sekolah. Beri peserta kebebasan untuk menulis apa yang mereka rasakan pagi itu. Apa sarapan mereka, bagaimana pesan orang tua mereka sebelum mereka berangkat, apa bedanya dengan berangkat sekolah di jenjang sebelumnya, dan yang paling penting, apa yang mereka takutkan memasuki jenjang sekolah ini. Mereka bisa menulis singkat, menulis dalam paragraf, menggambar, membuat doodle, menulis bait puisi, apapun! Setelah itu panitia bisa mengambil kertas-kertas tersebut dan ada bagian kepanitiaan khusus untuk membaca dan mereview jurnal pagi tersebut. Keesokan harinya, panitia bisa mengalokasikan waktu untuk membahas hasil jurnal pagi bersama peserta. Menjelaskan apa yang bisa dijelaskan, meluruskan apa yang bisa diluruskan. Memberi gambaran lebih dalam, menguatkan, dan berbagi pengalaman. Sehingga perasaan-perasaan takut dan cemas pada tiap peserta bisa sedikit berkurang. Mereka merasa lebih yakin lagi berada di lingkungan yang tepat. Di acara penghujung MOS, panitia bisa mengambalikan lagi kertas-kertas tersebut, dan minta perwakilan untuk berpendapat, apakah ketakutan dan kecemasan mereka berkurang.

3. Review Aplikasi dan Website

Mungkin rada aneh ya dengernya? But it actually needed. Jaman sekarang, ada istilah susah dikit, googling, masuk ke blog tak bertuan, atau wikipedia. Buku kamus, ensiklopedia, dan buku teori sudah jarang sekali dibuka. Anak jaman sekarang ingin semuanya serba instan dan cepat. So, admit it. Dan coba arahkan ke hal-hal yang lebih relevan dan bermanfaat buat mereka. 

Sebelumnya, coba cek web ini atau ini. Disitu ada list ratusan aplikasi atau halaman web gratis yang bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas dan proses belajar. Ada asana, trello, atau dropbox yang bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas kelompok. Ada evernote dan pocket untuk menyimpan notes atau halaman web penting secara terorganisir. Ada coursera, khan academy, dan codeacademy untuk belajar banyak hal baru dari guru dan dosen universitas unggulan. Oke, itu mungkin review dari web luar, jadi aplikasi dan webnya juga berasal dari luar dan in english. Coba cari aplikasi atau web indonesia yang juga bermanfaat mempermudah dan melancarkan proses belajar mereka. Bisa sumber jurnal dan e-book dari perpustakaan nasional, dan masih banyak lagi.

Apakah ini perlu? "Kami sekolah di daerah, masih ada yang buta teknologi". Jangan jadikan itu alasan peghambat dong, mungkin sekarang masih terlambat dan belum tau, tapi kedepannya mereka pasti akan bersinggunggan dengan teknologi kan? Panitia harus bisa mengemas kegiatan dengan menyenangkan dan dua arah. Minta guru komputer atau TIK untuk ikut menemani. 

Mungkin tiga hal itu saja yang bisa saya bagi malam ini. Sebenarnya ada beberapa ide lain, tapi belum terkonsep matang. Semoga MOS dan OSPEK di Indonesia bisa naik level ya.


1 comment:

  1. Ide2 MOS/Ospekmu oke2 juga hehe. 3 ide tadi bisa banget diterapin di sekolah mana aja di semua daerah di Indonesia menurutku. buat yg jurnal pagi, masa sih ga ada sekolah yg bisa nyiapin alat2nya. buat masak memasak juga pasti bisa lah sekolah nyiapin alat2nya, apa lg membantu bngt buat melatih kerjasama siswa. buat yg review app dan website sebenernya ak ga ngerti maksudnya apa, apakah maksudmu siswa disuruh mereview dan kemudian membahas apa manfaat, kelebihan dan kekurangan app/website itu, ataukah maksudnya mengoptimalkan internet. setuju dg pendapat bahwa skrg sekolah di daerah ga bisa bilg sarana prasarana jd penghampat, krn bisa aja kan misal koneksi internet lambat, pihak sekolah bisa memakai aplikasi offline dan offline webpages untuk disajikan sebagai materi MOS.

    menurutku MOS/Ospek di Indonesia bukan dari dulu tetep gtu2 aja, pasti ada perubahan. pasti ada sekolah/kampus yg merubah tradisi pengenalan lingkungan pendidikannya, cma masalahnya kenapa masih banyak yg belum mengikuti sekolah2 lain yg udah berubah. topi kerucut dan tas kardus udah jadi ikon MOS/Ospek selama berpuluh2 tahun, itu yg susah digeser ke image yg lebih mendewasakan.

    MOS/Ospek adalah awal untuk memulai hidup di sekolah/kampus, bukan menyalahkan tradisi MOS/Ospek yg umumnya ada di Indonesia skrg ini salah, cuma apakah sudah 100% memanfaatkan masa2 3-4 hari itu dg bermanfaat? anggap aja MOS perhari 8 jam dikali 3 hari = 24 jam, apakah 24 jam itu dimanfaatkan dg sebaik2nya? selayaknya kita hidup sehari2, perhari 24 jam, segala yg kita lakukan dalam kehidupan sehari2 harus bermanfaat kan. 24 jam dalam kehidupan sehari2 itu bekerja, beribadah, belajar, bermanfaat dan istirahat. dalam ospek/mos seenggaknya juga ada unsur2 itu, dari detik pertama ospek/mos sampe penutupan harus bermanfaat, ga perlu melestarikan tradisi2 ga bermanfaat.

    kehidupan sehari2 perlu tidur, td ak bilang 24 jam kudu bermanfaat, apakah tidur bermanfaat? jelas, tidur kan recharging tenaga. begitupula dg ospek, agar tidak membekaskan kesan melelahkan dan tidak membahayakan kesehatan dalam prosesnya sekolah/kampus jg perlu mengalokasikan waktu untuk kegiatan yg sifatnya ringan tp jg wkt yg berjalan ga terbuang percuma. dlm kehidupan sehari2 orang tidur dapat manfaat ganda kalo apa yg dipikirkannya terus nenerus sebelum tidur muncul di mimpi, jd 24 dia bener2 hidup. begitupula di sekolah, kalo siswa bisa memanfaatkan jam istirahat/jeda antar pelajaran, atau waktu2 kosong dg baik misalnya membaca, diskusi ringan, otak atik dan mencicil rangkaian mesin/alat temuannya itu (jam istirahat/jeda) sama dengan tidur sambil membelai mimpinya, karena tidak dilakukan di masa aktif, tanpa tuntutan dan dilakukan dg senang.

    menurutku unsur2 yg harus ada di ospek/mos antara lain peningkatan iman dan taqwa (mutlak untuk negara beragama), wawasan nusantara dan identitas bangsa (mutlak untuk negara berbudaya), motivasi dan optimalisasi diri (nah ini yg biasanya emang udah ada sih, tp salah/kurang baik), dan baru pengenalan kehidupan kampus (mampu lah sekolah buat jelasin visi, misi, profil, prestasi, macam2 kegiatan, nama2 guru). motivasi dan optimalisasi diri yg biasanya dilakukan dan menimbulkan korban dilakukan salah krn pihak sekolah/kampus memberikan otorisasi terlalu banyak kepada panitia (senior) dan kreatifitas mereka dalam merancang rangkaian kegiatan tidak banyak diketahui oleh sekolah, atau ada tambahan2 yg tidak ada dalam rancangan rangkaian kegiatan yg dilaporkan ke sekolah. outbound di dalam/luar sekolah menghasilkan korban jiwa sering terjadi karena motiv pelampiasan mos/ospek yg dialami senior. semoga sekolah dan senior2 bisa mendefinisikan kembali arti masa orientas siswa atau orientasi pengenalan kehidupan kampus.

    ReplyDelete

< > Home
Powered by Blogger.
Passion Journal © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.