Sunday, August 30, 2015

FINALLY, JFC!

Saya lahir di kota Jember, hidup sampai kelas 6 SD di sini, merantau, merantau, lalu merantau lagi, kemudian sehabis kuliah bersandar di sini lagi. Kalo ditanya orang asal dari mana, dan bilangnya dari Jember, pasti akan keluar tanggapan begini kira-kira, "Oh, yang JFC itu ya... karnaval itu ya..bagus ya itu Mbak.." Saya bilangnya iya-iya aja tanpa bisa komentarin lebih karena saya memang belum pernah melihat acara itu secara langsung. 

JFC (Jember Fashion Carnival) tahun ini digelar lagi buat ke 14 kalinya. Dan sekuat tenaga saya keukuh pengen nonton. Sore tadi, setelah melawan macet dan lautan manusia, akhirnya saya bisa lihat langsung JFC dengan mata kepala saya sendiri.

Setelah melihat dan mengamati langsung, saya punya beberapa pendapat tentang acara puncak atau grand karnavalnya, karena karnaval di hari-hari sebelumnya saya nggak bisa lihat. Em, pertama. Saya salut. Sekarang saya tau kenapa acara ini dihadiri berjuta-juta orang dari penjuru negeri, bahkan luar negeri. Karena kostumnya memang nggak sembarangan. Dibuat sangat mendetail, dan benar-benar diperhatikan dari segala sisi. Dari sisi depan, belakang, atas, bawah, semuanya dipikirkan secara rapi. Berbeda dengan karnaval-karnaval serupa di kota-kota lain, yang hanya terkesan ala kadarnya, atau kurang totalitas seperti JFC ini. Kedua, karnaval ini dikemas dengan tema dan dibuat grup-grup kecil yang biasa disebut defile. Peserta karnaval berjalan sesuai defile masing-masing, serangkaian defile terdiri dari 10-20 peserta. Sehingga penonton melihatnya sebagai satu kufu dan perhatian tidak terpencar dengan melihat kostum dari defile lain yang memang sangat jauh berbeda. 

Tapi ada beberapa hal yang sangat saya sayangkan. Pertama, masyarakat Jember masih belum siap jika event ini dikatakan internasional. Mengapa? Dari event pamerannya sangat-sangat mengecewakan dan tidak pantas disebut berskala internasional. Ada banyaak sekali aspek yang terkesan masih mentah dan ala kadarnya. Pokoknya asal booth terisi. Sayang sekali. Padahal hanya 1 minggu ini Jember disorot dunia, tapi belum bisa maksimal memanfaatkannya. Kedua, sikap masyarakatnya sendiri. Masih sangat arogan dan kurang bersahabat. Saya melihat berdesak-desakan dan pindah tempat beberapa kali. Di setiap tempat itu saya selalu mendengar celotehan-celotehan tidak enak ditelinga dan seharusnya tidak diucapkan. Yah, saya tidak memungkiri, keadaan sangat panas dan berdesak-desakan, tapi seharusnya sebagai tuan rumah, etika dan bicara harus tetap dijaga. Selain itu, SAMPAH. Setelah JFC selesai, saya keluar rumah sekitar jam 7 malam, dan pemandangan sepanjang jalan adalah sampah yang berserakan di hampir semua protokol jalan raya yang dilewati karnaval. Seharusnya penyelenggara dan pemerintah bisa lebih serius memikirkan ini, kalo JFC dianggap sumber pendapatan daerah dan akan terus dilaksanakan di tahun-tahun mendatang. Entah bagaimana caranya, tapi SAMPAH seharusnya bisa terkendali karena ini mencerminkan siapa masyarakat Jember sebenarnya. Ketiga, anggaran yang harus dikeluarkan peserta sungguh sangat besar. Seharusnya dengan hasil penjualan tiket yang sampai 600 ribu per kursi bisa dialokasikan untuk subsidi tiap-tiap sekolah, dan mendanai kostum yang memang tidak murah itu. Kasihan dong, kalo sudah suruh jalan dengan bawaan seberat itu, eh masih disuruh bayar buat keperluan kostum, dan nggak jarang juga ikutan bikin kostum. Saya tau hal ini dari adik-adik sepupu saya yang pernah berpengalaman menjalani JFC waktu SMA. 

Yah, memang nggak ada acara yang luput dari kesalahan-kesalahan, apalagi event sebesar ini. Saya cuma berharap event ini bisa lebih dipikirkan secara matang dan lebih rapi lagi. Sebagai anak asli daerah, nggak papa dong saya sedikit memberi kritik hehe. Anyway, enjoy these photos yaa!


No comments:

Post a Comment

< > Home
Powered by Blogger.
Passion Journal © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.